Friday, March 8, 2019


BAB II
MENULIS PUISI BEBAS MENGGUNAKAN TEKNIK PERMAINAN AKROSTIK DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE TAI


A.    Keterampilan Menulis
1.      Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu keterampilan yang produktif untuk melahirkan atau menghasilkan tulisan yang berisi gagasan. Pada dasarnya setiap insan memiliki kemampuan untuk menulis, namun tidak semua orang dapat mengembangkan tuli­san tersebut.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008, hlm. 497) menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dengan tulisan, roman, mengarang cerita, membuat surat, berkirim surat, menggambar, menulis, dan lain-lain.
Sementara itu, menulis menurut Tarigan (2008, hlm. 22) adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut apabila mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Sepaham dengan pendapat Tarigan (2008), pengertian menulis menurut Santosa (2012, hlm. 31) adalah suatu proses berpikir dan menuang­kan pemikiran itu sendiri ke dalam bentuk wacana.
Dari beberapa pengertian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa menulis ialah kegiatan melukiskan pikiran atau perasaan melalui lambang grafik, simbol-simbol yang da­pat dipahami sesorang ke dalam bentuk wacana. Menulis adalah suatu keteram­pilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, yang bertujuan untuk menuangkan ide, gagasan, pikiran dalam bahasa tulisan.

2.      Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa
Seperti dipaparkan sebelumnya bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Sebagai sebuah keterampilan berbahasa, menulis berkaitan dengan keterampilan-keterampilan berbahasa yang lain, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca. Komponen yang harus dikuasai untuk dapat menulis dengan baik, sama dengan komponen yang harus dikuasai untuk berbicara dengan baik, yaitu: struktur bahasa, kosa kata, dan kelancaran. Letak perbedaannya adalah menulis merupakan komunikasi tidak langsung, sedangkan berbicara adalah komunikasi langsung.
Menulis juga memegang peranan penting dalam pendidikan, antara lain me­latih berpikir kritis, memperkuat daya tangkap, membantu memecahkan masalah, membantu menyusun urutan pengalaman, dan membantu mengungkapkan pikiran atau ide. Hartig (dalam Tarigan, 2008, hlm. 24-25) mengemukakan ada beberapa tujuan menulis, yaitu:
(1) Assignment pur­pose, yaitu menulis sesuatu karena ditugaskan. Misalnya, siswa yang diberi tugas merangkum bacaan; (2) Altruistic purpose, yaitu menulis untuk menyenangkan pembaca dan membantu pembaca memahami dan menghargai perasaannya; (3) Persuasive purpose, yaitu menulis untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran gagasan yang disampaikan; (4) Informational purpose, yaitu menulis untuk mem­beri informasi kepada pembaca; (5) Self-expressive purpose, yaitu menulis untuk menunjukkan eksistensi diri kepada pembaca; (6) Creative purpose, yaitu menulis untuk mewujudkan kreativitas dan nilai seninya; (7) Problem solving purpose, yaitu menulis untuk menjelaskan dan meneliti gagasan-gagasannya secara cermat, agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.

Dari paparan di atas, dapat dijelaskan bahwa menulis merupakan salah satu bagian dari keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa melalui simbol-simbol, lambang-lambang, grafik atau lainnya yang dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain sebagai pembaca.

3.        Menulis Puisi
a.      Pengertian Puisi
Untuk dapat memahami, menulis, menikmati, dan menghargai karya-karya puisi dengan baik perlu dikuasai sejumlah pengertian. Banyak tokoh sastra yang mendefinisikan puisi, tapi sampai saat ini belum ada satu definisi yang baku. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang selalu terjadi dalam sejarah perkembangan puisi. Berikut ini akan diungkapkan beberapa pengertian puisi.
Waluyo (2005, hlm. 1) mendefinikan puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias atau imajinatif. Walaupun singkat atau padat, puisi berkekuatan. Pendapat ter­sebut senada dengan Wirjosoedarmo (dalam Pradopo, 2012, hlm. 3) menje­laskan bahwa puisi merupakan karangan terikat oleh banyak baris dalam tiap bait, banyak kata dalam tiap baris, banyak suku dalam tiap baris, rima dan irama.
Depdiknas (2007, hlm. 13) memberikan batasan puisi sebagai berikut:
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait serta gubahan dalam ba­hasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman hidup dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.

Berdasarkan pengertian puisi di atas, dapat dikemukakan bahwa puisi merupakan ragam karya sastra yang bahasanya dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu terikat oleh irama, matra, rima yang mem­punyai keindahan dan kekuatan makna dalam pilihan kata-katanya. Puisi meru­pakan tulisan yang berisi perwujudan atau pengungkapan perasaan melalui kata­kata dengan makna yang tersirat. Itulah yang membedakan antara puisi dengan tulisan lainnya.

b.      Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Waluyo (2005, hlm. 27) menjelaskan tentang unsur-unsur pembangun dalam puisi terdapat struktur fisik yang berupa bahasa dan struktur batin atau struktur makna. Struktur fisik terdiri atas unsur-unsur diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, tata wajah/tipografi, serta amanat atau pesan. Adapun unsur batin puisi terdiri atas tema, nada dan suasana, perasaan, dan amanat.



Hal serupa dikemukakan oleh Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 34), unsur pembangun puisi ada dua, yakni unsur fisik dan unsur batin:
Unsur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputi lambang dan kiasan), versifikasi (meliputi rima, irama, dan metrum), bahasa figuratif, tipografi, dan sarana retorika, sedangkan struktur batin puisi terdiri atas tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi.

Dengan demikian, dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang termasuk unsur fisik puisi adalah diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputi lambang dan kiasan), versifikasi (meliputi rima, irama, dan metrum), bahasa figuratif, tipografi, dan sarana retorika, sedangkan struktur batin puisi terdiri atas tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi.

1)      Diksi
Zulfahnur, dkk. (1996, hlm. 82) mendefinisikan diksi sebagai pilihan kata yang dipergunakan penyair dalam membangun puisinya. Dengan diksi yang tepat maka kekuatan puisi akan tampak. Pada dasarnya makna dan keindahan puisi dibangun oleh seni kata yang merupakan ekspresi pengalaman jiwa yang diungkapkan melalui kata.
Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 35) mengemukakan bahwa diksi merupakan pilihan kata. Ada dua simpulan penting dalam diksi. Pertama, diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Kedua, diksi atau pilihan kata hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata bahasa itu.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang tepat yang dipergunakan penyair/penulis untuk menulis puisi.



2)      Pengimajian
Waluyo (2005, hlm. 10) mengatakan bahwa pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, pendengaran, dan perasaan. Baris atau bait puisi mengandung gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), dan sesuatu yang dapat kita rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil).
Menurut Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 36) segala sesuatu yang berkaitan dengan citra ataupun citraan dinamakan pencitraan atau pengimajian. Oleh Jabrohim citraan dianggap sebagai sarana utama untuk mencapai kepuitisan. Kepuitisan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang menarik perhatian, keaslian ucapan, sesuatu yang menimbulkan perasaan kuat, membuat sugesti yang jelas, dan menghidupkan pikiran.
Dari paparan pengimajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengimajian adalah suatu gambaran pengalaman indera secara nyata dituangkan lewat kata. Dengan adanya gambaran tersebut kita seolah-olah dapat melihat dan mendengar sesuatu yang nyata.

3)      Kata Konkret
Menurut Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 41) kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca. Dalam hal ini penyair berusaha untuk mengkonkretkan kata-kata agar dapat menyaran pada arti yang menyeluruh. Selain itu, Waluyo (2005, hlm. 9) menambahkan bahwa dengan kata yang dibuat konkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair.

4)      Majas dan Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif disebut pula majas atau bahasa kiasan adalah bahasa yang digunakan untuk mengatakan sesuatu yang tidak dapat mengungkapkan makna secara langsung (Waluyo, 2005, hlm. 83). Bahasa figuratif ini dipandang lebih efektif untuk menyampaikan apa yang dimaksud oleh penyair. Perrine (dalam Waluyo, 2005, hlm. 83) menyatakan bahwa:
Bahasa figuratif penting karena (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadi puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampiakan sikap penyair, dan (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.

Dengan demikian dapat dijelaskan pula bahwa pemakaian majas maupun bahasa figuratif dalam sebuah puisi akan lebih mampu menyampaikan maksud dan tujuan dari sebuah puisi. Selain itu, penggunaan makna kias akan lebih memberi kesan dan perasaan estetis berbahasa.

5)      Versifikasi
Menurut Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 53) versifikasi meliputi rima, irama, dan metrum. Rima merupakan pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi pada akhir baris, atau bahkan juga pada keseluruhan baris pada bait puisi. Irama atau rima yaitu naik turun, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Metrum adalah irama yang tetap menurut pola tertentu.
Rima adalah istilah lain untuk persajakan atau persamaan bunyi. Irama atau yang sering disebut juga ritme adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lembut, atau cepat lambatnya kata atau baris-baris suatu puisi bila puisi itu dibaca. Baik rima maupun irama mempunyai peranan yang sangat penting dalam menghidupkan suatu puisi. Kedua unsur tersebut baik nada maupun suasana yang hendak digambarkan oleh penyair dapat terciptakan lebih nyata dan karenanya lebih mudah pula ditangkap atau dibayangkan oleh pembaca (Suharianto, 2005, hlm. 45).



6)      Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal terlihat ketika membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama (Jabrohim, dkk. 2009, hlm. 54). Menurut Suharianto (2005, hlm. 35), tipografi disebut juga ukiran bentuk, yaitu susunan baris-baris atau bait-bait suatu puisi. Termasuk dalam tipografi adalah penggunaan huruf-huruf untuk menuliskan kata-kata suatu ataupun penggunaan tanda baca.

7)      Sarana Retorika
Menurut Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 57) sarana retorika adalah muslihat pikiran. Maksud dari muslihat pikiran yang diungkapkan Jabrohim ini berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berpikir. Sarana retorika ini berbeda dengan bahasa figuratif dan citraan. Bahasa figuratif dan citraan bertujuan untuk memperjelas gambaran atau mengkonkretkan sesuatu melalui perbandingan, sedangkan sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berpikir supaya lebih menghayati gagasan yang dikemukakan.

8)      Tema
Waluyo (2005, hlm. 106), tema adalah sebagai gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair. Sedangkan Suharianto (2005, hlm. 38) menyatakan bahwa seperti halnya karya sastra prosa, fungsi puisi juga merupakan media untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarangnya. Dengan demikian puisi mempunyai tema atau pokok permasalahan. Tema dalam puisi dinyatakan secara tersirat, karena puisi pada umumnya menggunakan kata-kata kias atau perlambangan. Untuk itu diperlukan kecerdasan dan kejelian pembaca untuk menafsirkan kiasan­-kiasan atau perlambang-perlambang yang dipergunakan penyair.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema merupakan sebuah acuan bagi pengarang sebelum membuat puisi. Tema sangatlah penting untuk membantu pengarang dalam menentukan puisi yang akan dibuat dan membantu mengembangkannya tujuan dari puisi tersebut.

9)      Perasaan
Waluyo (2005, hlm. 50) mengemukakan bahwa perasaan atau feeling dalam puisi adalah perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan perasaan yang beraneka ragam, misalnya perasaan sedih, kecewa, terharu, benci, rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.

10)  Nada dan Suasana
Suasana puisi adalah suasana yang ingin digambarkan oleh penyair ialah suasana benda-benda, keadaan dan sebagainya yang ditangkap oleh indra penyair (Suharianto, 2005, hlm. 58-61).
Menurut Waluyo (2005, hlm. 125), nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Ada kalanya penyair ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa nada adalah sikap penyair kepada pembaca sedangkan suasana merupakan suasana yang muncul setelah pembaca membaca karya sastra yang bersangkutan.

11)  Amanat
Jabrohim, dkk. (2009, hlm. 30) menyatakan bahwa amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat yang ingin disampaikan penyair tersebut mungkin secara sadar dituangkan dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair yang tidak sadar akan amanat yang diberikan dalam puisinya.
Amanat, pesan, atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi (Waluyo, 2005, hlm. 40). Amanat merupakan apa yang tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak secara objektif, namun subjektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi. Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan makna yang tersirat yang disampaikan penyair dalam puisinya.

c.       Langkah Menulis Puisi
Menulis puisi merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Banyak orang menganggap bahwa menulis puisi merupakan suatu bakat, sehingga orang yang tidak mempunyai bakat tidak akan bisa menulis puisi. Anggapan seperti ini tidak sepenuhnya benar. Seseorang bisa saja terampil menulis puisi karena giat belajar dan berlatih karena sesungguhnya menulis puisi merupakan sebuah keterampilan (Wiyanto, 2005, hlm. 48).
Langkah pertama yang harus dilakukan ketika akan menulis puisi yaitu menentukan tema. Tema adalah pokok persoalan yang akan kita kemukakan dalam bentuk puisi. Tema puisi dapat bervariasi. Dengan demikian, sekitar kita dan dalam diri kita pun sebenarnya telah siap sejumlah tema untuk diekspresikan menjadi puisi. Orang yang terbiasa menulis puisi (penyair) tema yang akan ditulis dalam puisi biasanya muncul dengan tiba-tiba ketika ia melihat atau mengamati lingkungan sekitarnya. Jika sudah menentukan tema yang akan ditulis menjadi puisi, langkah kedua yang harus dilakukan ketika menulis puisi yaitu mengembangkan tema dalam bentuk puisi dengan memperhatikan pilihan kata dan majas yang sesuai. Pemilihan kata dalam menulis puisi sangat penting karena baik buruknya puisi ditentukan oleh pemilihan kata yang tepat. Begitu pentingnya untuk memanfaatkan kata harus memperhatikan rangkaian kata yang satu dengan kata yang lain dapat menimbulkan (1) rangkaian bunyi yang merdu, (2) makna yang dapat menimbulkan makna rasa estetis, dan (3) kepadatan bayangan yang dapat menimbulkan kesan mendalam. Pemahaman dan kemampuan memilih kata dan mendayagunakan majas merupakan bekal untuk menulis puisi (Wiyanto, 2005, hlm. 21).
Agar tahapan demi tahapan langkah dalam menulis puisi di atas dapat dilakukan dengan baik, maka sebelum menulis puisi perlu adanya motivasi dalam diri atau sikap awal yang harus ditumbuhkan agar keterampilan menulis puisi dapat berhasil dilakukan adalah (1) harus ada niat yang kuat. Dengan niat yang kuat kita tidak mudah menyerah ketika menjumpai berbagai kesulitan sehingga kita akan dapat belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh agar dapat menguasai keterampilan menulis; (2) belajar dan berlatih menulis puisi; dan (3) membiasakan diri untuk membaca puisi yang sudah ada. Pilih puisi yang ditulis oleh penyair yang kita senangi kemudian terapkan pada tiga N, yaitu niteni, nirokake, dan nambahi. Ungkapan jawa itu berarti memperhatikan, mengingat-ingat, menirukan, dan menambahkan. Meniru di sini bukan berarti menjiplak kata demi kata atau kalimat demi kalimat, yang kita tiru adalah cara menemukan tema, cara memilih kata-kata yang tepat, cara merangkai kata-kata yang estetis, dan cara mendayagunakan majas dalam puisi (Wiyanto, 2005, hlm. 56-57).

d.      Aspek-Aspek Penilaian Menulis Puisi
Dalam menulis puisi, ada unsur-unsur puisi yang harus diperhatikan ketika proses penilaian. Menurut Wiyanto (2005, hlm. 33), unsur-unsur yang dinilai dalam menulis puisi yaitu:
1) aspek kesesuaian isi puisi difokuskan pada isi puisi yang ditulis oleh peserta didik disesuaikan dengan tema, 2) penilaian diksi difokuskan pada pilihan kata, penggunaan kata konkret, dan majas yang digunakan pada puisi, 3) penilaian rima difokuskan pada kegunaan rima dalam mendukung makna dan suasana puisi, dan 4) penilaian tipografi difokuskan pada susunan baris-baris atau bait-bait dalam puisi yang ditulis peserta didik.

Suharianto (2005, hlm. 38), karya sastra puisi terdapat tema yang berguna sebagai pokok bahasan, daya bayang (kata kias, lambang-lambang, dan majas), rima untuk perulangan bunyi dan irama sebagai tinggi rendah nada, serta tipografi sebagai keindahan visual dan penguat makna. Dengan demikian, aspek penilaian keterampilan menulis puisi adalah aspek kesesuaian isi, diksi, rima, dan tipografi.

B.     Teknik Akrostik
Magee (2008, hlm. 25) mengemukakan bahwa akrostik ialah puisi yang huruf awal pada tiap barisnya membentuk sebuah kata apabila dibaca secara vertical. Sedangkan Jingga (2012, hlm. 73) juga menjelaskan bahwa akrostik adalah pembuatan puisi yang mengandung pesan terselubung. Pola rima dan jumlah angka baris dapat berva­riasi dalam akrostik, karena puisi akrostik lebih dari puisi deskriptif yang mana menjelaskan kata yang dibentuk.
Sujiman (1990, hlm. 3) memberikan batasan akrostik adalah karangan yang tersusun dalam baris-baris yang huruf-huruf pertama, terakhir, atau yang lain membentuk sebuah karya, kata, frase, atau kalimat”.  Sedangkan bermain akrostik adalah merupakan suatu permainan bahasa. Tujuan permainan ini adalah menuliskan satu atau beberapa baris puisi, tetapi huruf awal tiap baris diurutkan menjadi nama seseorang, hewan, atau benda lainnya, sedangkan isi bait menjelaskan keadaan orang atau benda di depannya. (Muchlishoh, 1991, hlm. 72)
Atas dasar pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa teknik bermain akrostik merupakan cara untuk membuat puisi dengan menitikberatkan pada pengembangan huruf awal, tengah maupun akhir tiap-tiap larik. Dengan teknik bermain akrostik pula akan memberi kesan variatif dalam membuat sebuah puisi.
Teknik akrostik ini memiliki banyak manfaat diantaranya: (1) Mengarahkan siswa dalam menemukan ide dari sesuatu yang dikenal dan berada di sekitarnya. (2) Membantu siswa dalam memperkaya perbendaharaan kosakata. (3) Membantu siswa menemukan kata pertama dalam puisinya. (4) Membimbing siswa melaku­kan tahap-tahap menulis puisi. (5) Dapat membantu siswa mengingat informasi lebih cepat dan mempertahankan lebih lama.
Untuk membuat sebuah puisi dengan teknik akrostik, diperlukan langkah-langkah yang sistematis. Kurniawan dan Sutardi (2012, hlm. 39-51), kegiatan menulis puisi dapat dilakukan mengikuti tahap-tahap berikut:
a.    Tahap pencarian ide (preparasi) yaitu dalam kegiatan ini, siswa diajak untuk berfikir dan mengenang pengalaman yang pernah dialami dan mengingat pengalaman-pengalaman apa saja yang pernah dialaminya.
b.    Tahap pengendapan (inkubasi). Pada tahap ini, siswa dimotivasi untuk me­milih satu pengalaman yang menarik untuk dijadikan judul puisi. Dengan diperolehnya ide yang bersumber dari dirinya sendiri, maka akan lebih mu­dah dalam menulis puisi. Pada tahap ini juga, siswa diharuskan mengumpul­kan kosakata yang mungkin akan digunakan dalam puisi akrostiknya.
c.    Tahap penulisan merupakan tahap pelahiran ide, gagasan, atau pengalaman ke dalam bentuk puisi. Pada tahap ini, siswa mulai menuliskan apa yang dirasakan dan dipikirannya ke dalam puisi dengan bantuan pola akrostik sesuai dengan judul yang telah di pilih sendiri. Pola tersebut dapat berben­tuk daftar nama diri, benda, keadaan dan hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman pribadi.
d.   Tahap editing dan revisi. Pada tahap penyuntingan, siswa membaca kembali puisi yang telah ditulisnya. Setelah itu, siswa menyunting kata-kata dalam puisinya, seperti mengganti, menghapus dan menambahkan kata-kata dalam puisinya tersebut. Dan selanjutnya menyalin puisi tersebut dengan rapi.

Adapun menurut Salam (2012), penerapan teknik akrostik dalam pembelajaran menulis puisi dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
a.    Menentukan judul puisi.
Siswa memilih satu pengalaman yang menarik untuk dijadikan judul
puisi. pengalaman tersebut akan membantu pesdik untuk mengembangkan ide.
b.    Menentukan judul puisi tersebut secara vertikal.
Judul dibuat vertikal untuk membantu memudahkan dalam menentukan kata pertama untuk mengawali setiap baris puisi.
c.    Menyusun diksi ke dalam huruf-huruf yang telah disusun secara vertikal. Mengaitkan huruf awal dengan diksi yang telah ada dan melanjutkan kata pertama tersebut menjadi kata-kata yang indah tiap barisnya.
d.   Tahap penyuntingan.
Pada tahap penyuntingan, siswa membaca kembali puisi yang telah ditulisnya seperti mengganti, menghapus dan menambahkan kata-kata dalam puisi. selanjutnya siswa menyalin puisi tersebut dengan rapi.

Atas dasar kedua pendapat tentang langkah-langkah menulis puisi di atas, dapat dikemukakan bahwa yang perlu diperhatikan dalam menulis puisi, yaitu; tahap pencarian ide dalam menentukan tema apa yang akan diungkap/ditulis. Tahap berikutnya ialah menuangkan ide tersebut kedalam kalimat-kalimay yang figuratif dan konotatif. Selanjutnya tahap penyuntingan, dimana puisi yang dibuat dikaji ulang untuk penyempurnaan atau perbaikan.

C.    Model Pembelajaran Kooperatif
1.      Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Suprijono, 2012, hlm. 46) bahwa “ model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengolahan kelas. Oleh Suprijono model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Trianto (2010, hlm. 23) istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki strategi, metode atau prosedur yaitu: (1) rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Adapun Joyce dan Weil (Rusman, 2012, hlm. 133) memberikan batasan model pembelajaran, sebagai berikut:
Model Pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan  untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan,  artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.


Hal senada dengan beberapa pendapat di atas, Sani (2013, hlm. 89) memberikan pengertian model pembelajaran, yaitu: “Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan dalam pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru atau para pengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.      Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuan melalui proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogrn. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Cooperatif Learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan teori konstruktivis (Isjoni, 2012a, hlm. 11).
Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (dalam Isjoni, 2012b, hlm. 15) adalah “suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar”.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012, hlm. 202). Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran ini mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompok, setiap anggota kelompok harus mengertahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama di antara anggota kelompok, setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi, setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan setiap anggota kelompok akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompoetensi dasar yang akan dicapai; kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampaun tinggi, sedang, dan rendah dan penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemmapuan saling belajar berpikir kritis, saling menyampaiakan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan, saling membantu belajar, saling menilai kemmapuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Slavin (2010, hlm. 11) mengungkapkan ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, antara lain: Jigsaw, Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Assisted Individualization (TAI), Think Pair Share (TPS), Team Games Tournament (TGT), Cooperative Integrated Reading and Composisition (CIRC), Cooperative Script (CS) dll.

3.      Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Setiap model pembelajaran sudah pasti memiliki ciri dan karakteristik tersendiri bila dibandingkan antara model yang satu dengan model yang lain. Begitu pula dengan model pembelajaran kooperatif memiliki ciri. Rusman (2012, hlm. 8) membagi ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menjadi delapan ciri, yaitu:
(1) belajar bersama dengan teman; (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman; (3) saling mendegarkan pendapat di antara anggota kelompok; (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat; (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri; (8) siswa aktif.

Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2004, hlm. 29) menjelaskan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan, diantaranya adalah:
a)      Saling ketergantungan positif, keberhasilan suatu kelompok dalam memecahkan masalah sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
b)      Tanggung jawab perseorangan, setiap peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan dan memahami materi yang yang sudah diberikan.
c)      Tatap muka, kegiatan interaksi ini akan memberikan peserta didik hasil yang menguntungkan bagi semua anggota. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu orang saja. Dan hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.
d)     Komunikasi antar anggota, keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat.
e)      Evaluasi proses kelompok, evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif.

Dari dua pendapat tentang ciri-ciri model pembelajaran kooperatif di atas, dapat dikemukakan bahwa tidak semua belajar yang bersifat kelompok dikategorikan pada model pembelajaran kooperatif, tetapi yang lebih penting dalam pembelajaran kooperatif harus memiliki ciri gotong-royong dan kebersamaan dalam memecahkan masalah yang dihadapi dari kelompok tersebut.



4.      Model Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Robert Slavin (1984). Menurut Robert Slavin (dalam Huda, 2013, hlm. 200), “Team Assisted Individualization (TAI) merupakan sebuah program pedagogik yang berusaha mengadaptasikan pembelajaran dengan perbedaan individual siswa secara akademik”. Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe TAI mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar peserta didik secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Sani (2013, hlm 189) bahwa “Team Assisted Individualization (TAI) adalah kombinasi dari belajar kelompok dan individu”.
Adapun yang menjadi ciri khas pada pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah setiap peserta didik secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Robert Slavin (dalam Toha, 2013, hlm. 200), mengemukakan bahwa:
Dalam tipe TAI, peserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4-5) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi peserta didik yang memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, peserta didik diajarkan cara bekerja sama dalam suatu kelompok. Peserta didik diajari cara menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif TAI merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan pada proses belajar individual dan kelompok yang diikuti dengan pemberian bantuan individu bagi peserta didik yang membutuhkannya.

5.      Penerapan Teknik Permainan Akrostik dengan Model Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam Menulis Puisi
Sanjaya (2013, hlm. 189) mengemukakan prosedur metode tipe TAI mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Bentuk kelompok yang terdiri dari peserta didik dengan kemampuan yang bervariasi.
b.      Setiap peserta didik mempelajari unit pelajaran secara individual.
c.       Anggota kelompok menggunakan lembar jawaban untuk mengecek pekerjaan semua peserta didik dalam kelompok, dan memastikan bahwa semua anggota kelompok siap untuk diuji atau mengikuti tes belajar.
d.      Kelompok melakukan diskusi dan tutorial sejawat, dan meminta bantuan anggota tim sebelum bertanya pada guru.
e.       Guru melakukan penilaian dengan menghitung jumlah unit belajar yang selesai dipelajari anggota kelompok, dan nilai anggota kelompok pada tes unit.
f.       Kelompok yang mencapai kriteria penilaian menerima penghargaan.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut di atas, sintaks pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik permainan akrostik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam penelitian ini serta merujuk pada pendapat Salam (2012) pada Bab I, yang telah dimodifikasi peneliti sebagai berikut:
a)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran yang baik.
b)      Guru menjelaskan materi puisi bebas dengan menerapkan teknik bermain akrostik dan contoh-contoh puisi akrostik.
c)      Siswa menyimak penjelasan yang disampaikan oleh guru.
d)     Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri 4-5 orang.
e)      Dengan dibimbing guru, siswa menuliskan judul puisi akrostik yang berhubungan dengan tema pembelajaran.
f)       Siswa mencari diksi yang tepat untuk mengembangkan kata.
g)      Siswa mulai menyusun dan menulis diksi-diksi ke dalam puisi yang telah disusun secara vertikal.
h)      Siswa diberi waktu untuk berdiskusi dengan teman sebangku guna merevisi puisi yang telah ditulisnya.
i)        Siswa menyajikan hasil kerjanya dalam menulis puisi akrostik dengan membaca puisi tersebut di depan kelas.
j)        Siswa mengumpulkan hasil karyanya kepada guru.

D.    Hasil Penelitian yang Relevan
Sesuai dengan penelitian yang penulis kaji tentang menulis puisi bebas dengan teknik permainan akrostik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu berhubungan dengan penelitian penulis, dipaparkan berikut ini.
1.      Penelitian relevan pertama
Henhen Yulia (2009) dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Menggunakan Teknik Bermain Akrostik dengan Bantuan Media Gambar Tunggal pada Siswa Kelas III SDN Pasanggrahan II Kecamatan Sumedang Kabupaten Sumedang”. Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan  sebanyak tiga siklus, jumlah peserta didik yang lulus mengalami peningkatan. Pada siklus I peserta didik yang lulus ada 12 orang, pada siklus II meningkat menjadi 16 orang, dan pada pelaksanaan siklus III meningkat menjadi 20 orang. Hasil tersebut melebihi target yang telah ditentukan yaitu 19 orang peserta didik yang lulus. Dengan demikian pembelajaran puisi menggunakan teknik bermain akrostik dengan bantuan media gambar tunggal dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan meningkatkan keaktifan dan kreatifitas peserta didik kelas III SDN Pasanggrahan II dalam menulis puisi.
Relevansi terhadap judul penelitian ini adalah pada penggunaan teknik bermain akrostik yang diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi. Adanya tingkat keberhasilan dari penggunaan teknik permainan akrostik tersebut mendorong relevansi kesuksesan peningkatan pembelajaran terhadap keterampilan menulis puisi bebas melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.

2.      Penelitian relevan kedua
Final Yaoulan Andani (2011) dengan judul penelitian “Penerapan Teknik Menulis Puisi Akrostik dengan Menggunakan Media Audio Visual Film untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi pada Siswa Kelas III SDN Tenjolaya 1 Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung”. Hasil penelitian menunjukkan data tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pada siklus I mencapai 43 (84%), siklus II 49 (96%), dan pada siklus III mencai 51 (100%). Sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus I yang berkriteria baik mencapai 14 orang (58%) dan berkriteria cukup 10 orang (40%). Pada siklus II yang berkriteria baik mencapai 18 orang (75%) dan berkriteria cukup 6 orang (25%). Pada siklus III yang berkriteria baik naik mencapai 22 orang (92%) dan berkriteria cukup 2 orang (8%). Hasil tes kemampuan menulis puisi siswa kelas III SDN Tenjolaya pada siklus I mencapai 12 orang (50%), pada siklus II menjadi 18 orang (75%), dan pada siklus III menjadi 22 orang (92%). Dari kenaikan jumlah ketuntasan belajar siswa tersebut, dapat disimpulkan bahw penerapan teknik menulis puisi akrostik dengan menggunakan media audio visual film dapat meningkatkan tes hasil belajar dalam menulis puisi.
Relevansi terhadap judul penelitian ini adalah pada penggunaan teknik menulis puisi akrostik yang diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi. Hubungannya dengan tingkat keberhasilan dari penggunaan  teknik menulis puisi akrostik tersebut mendorong relevansi kesuksesan peningkatan pembelajaran terhadap keterampilan menulis puisi bebas melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dikemukakan bahwa penerapan teknik bermain akrostik dalam pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar dengan fakta penelitian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia padaq keterampilan menulis, baik ditinjau dari aspek proses maupun hasil belajar.


E.     Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan rumusan masalah dan kajian teori di atas, dapat penulis rumuskan hipotesis tindakan, yaitu: “Jika teknik permainan akrostik digunakan dalam pembelajaran menulis puisi bebas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, maka aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN 4 Cilimus Kabupaten Kuningan akan meningkat”.


























DAFTAR PUSTAKA


Andayani, Final Youlan (2011). Penerapan Teknik Menulis Puisi Akrostik dengan Menggunakan Media Audio Visual Film untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi pada Siswa Kelas III SDN Tenjolaya 1 Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2007. Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan. Jakarta: Depdiknas
Isjoni. (2012a). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Berkelompok. Bandung: Alfabet.
Isjoni. (2012b). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jabrohim dkk. (2009). Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, Heru dan Sutardi. (2012). Penulisan Sastra Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lie, Anita. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Magee. Wes. (2008). Asyiknya Menulis Puisi. Solo: Tiga Serangkai.
Muchlisoch. (1991). Telaah Kritik Sastra Indonesia dan Teater. Jakarta: Projek PGSD.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2012). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo.
Salam. (2009). Pembelajaran Menulis Puisi dengan Metode Michael Riffaterre.(online),http://gerbangpendidikan.blogspot.com/2009/01/pembelajaranmenulis-puisi-dengan.html. Diunduh pada Jumat 2 Pebruari 2015 pukul 14.25 WIB.
Sanjaya, Wina. (2013). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kecana.
Santoso, Anang. (2012). Nafas Kreatif Inovatif Aktif (KIA) dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. J-TEQIP: Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. 3(2):1—10.
Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.
.
Sudjiman, (1990). Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta: Rajawali Press.
Sudjiman, Panuti. (1988). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Suharianto. (2005). Dasar-Dasar Teori Sastra. Semarang: Rumah Indonesia.
Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning (Teori & Aplikasi Paikem). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyitno, Amin. (2006). Pemilihan Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah. Jakarta: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag.
Tarigan, Henry Guntur. (2008). Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Trianto. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT. Prestasi pustakarya.
Waluyo, Herman. J. (2005). Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiyanto, Asul. (2005). Kesusastraan Sekolah. Jakarta: Gramedia.
Yulia, Henhen (2009). Meningkatkan Kemapuan Menulis Puisi Menggunakan Teknik Bermain Akrostik dengan Bantuan Media Gambar Tunggal pada Siswa Kelas III SDN Pasanggrahan II Kecamatan Sumedang Kabupaten Sumedang. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Zulfahnur, Zuniar, Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji. (1996). Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud.


Soal UJian Sekolah Kelas 6 IPA 2024

  PENILAIAN SUMATIF AKHIR JENJANG (PSAJ) TAHUN PELAJARAN 2 023 / 2 024   Mata Pelajaran                          : IPA Kelas/Semest...