Tuesday, June 3, 2014

PEMBELAJARAN BAHASA DALAM GAMATIK PEDIDIKAN KARAKTER


MAKALAH
PEMBELAJARAN BAHASA
DALAM GAMATIK PEDIDIKAN KARAKTER
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu
Mata Kuliah Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen: Ariyanto, M.Pd








Disusun oleh:
Nurhaya Abaita (116223111)
Semester: 6/C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP MUHAMMADYAH KUNINGAN
JL. Raya Cigugur No. 28 Kuningan – Jawa Barat  45511 Tlp./Fax. (0232) 874085
2014






KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana atas segala berkat rahmat dan hidayah-NYA lah penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DALAM GAMATIK PENDIDIKA KARAKTER.

            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ariyanto, M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan semua kalangan yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini baik yang secara langsung maupun tidak langsung, karena tidaklah mungkin Makalah ini dapat terselesaikan apabila penulis tidak mendapatkan  bimbingan serta arahannya.

            Harapan penulis semoga Maklah ini dapat bermanfaat dan dapat membantu pembaca, khususnya mahasiswa STKIP Muhammadiyah Kuningan  dan dapat memberikan sedikit pengetahuan sehingga kehadiran Makalah ini tidak hanya sekedar memperkaya keilmuan tetapi juga membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini tidak luput dari  kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan Makalah ini.


Kuningan,      Maret 2014
Penyusun


DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. ... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. .. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.     TujuanPenulisan...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pentingnya Pendidikan Karakter untuk pembelajaran Bahasa............. .. 3
B.     Beberapa Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah....................... 4
C.     Pengertian Pendidikan Karakter............................................................. 5
D.    Internalisasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa ............. 7
E.     Nilai yang Dikembangkan dalam Pembelajaran Bahasa....................... 11

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................ 14
B.     Saran ..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Indonesia saat ini sedang dihadapkan kepada situasi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini terjadi sejalan dengan semakin banyaknya kenyataan tentang lemahnya karakter bangasa Indonesia yang selama ini diyakini  sangat kuat dan teguh memegang sendi – sendi kehidupan. Penerapan pendidikan karakter bangsa melalui pengembangan karakter individu peserta didik tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial dan budaya peserta didik (Gultom Syawal: 2012,1). Pengembangan karakter bagi peserta didik hanya dapat bermakna apabila dilakukan dalam suatu proses pendidikan. Dalam proses pendidikan itu peserta didik berada dalam lingkungan sosial karena peserta didik dapat melakukan interaksi, peserta didik juga berada dalam budaya masyarakat artinya interaksi yang dilakukan sesuai dengan kebiasaan peserta didik sehari-hari, dan peserta didik berada dalam budaya bangsa artinya peserta didik belajar dengan situasi bangsa Indonesia.
Jadi pendidikan karakter bangsa dapat dimaknai sebagai proses penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan (kognitif), komitmen dan kesadaran, dan perilaku untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, terhadap Tuhan, terhadap dirinya sendiri, terhadap sesama hidup, terhadap lingkungannya, maupun secara kebangsaan. Makalah yang saya buat ini sedikbanyaknya akan mengungkap mengenai pendidikan karakter khususnya terhadapa pembelajaran Bahasa Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
  1. Seberapa Pentingnya Pendidikan Karakter untuk pembelajran bahasa ?
  2. Bagaimana Asumsi Pendidikan Karakter?
  3. Apa Sebenarnya Pendidikan Karakter ?
  4. Bagaimana Internalisasi Pendidika Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia ?
  5. Nilai apa yang di kembangkan dalam pembelajaran Bahasa ?


C.     Tujuan
  1. Pentingnya Pendidikan Karakter untuk pembelajran bahasa.
  2. Beberapa Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah.
  3. Pengertian Pendidikan Karakter
  4. Internalisasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
  5. Nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pentingnya Pendidikan Karakter untuk pembelajaran bahasa.
Pendidkan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda – beda. Namun hingga saat ini belum menunjukan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena social yang menujukan prilaku yang tidak berkarakter.  Bahasa adalah kegiatan manusiawi, yakni kegiatan yang setiap saat dilakukan manusia dan hanya mampu menggunakan bahasa dalam rangka mengembankan diri. Melalui bahasa manusia mampu mangembangkan budaya, membangun peradapan, dan mengubah atau bahkan melestarikan lingkungan untuk kepentingan kehidupannya. Bahasa juga merupakan cerminan kepribadian seseorang, yang berarti baik buruknya bahasa yang digunakan seseorang pada dasarnya adalah cerminan kepribadian orang tersebut. Tentunya kehati – hatian dalam berbahasa  atau menggunakan bahasa untuk berkomunikasi sangat diperhatikan karena bahasa yang digunakan adalah cermina keperibadian seseorang.
Sikap mental berbahasa inilah yag kemudian menjadi probelmatika dalam berbahasa Indonesia. Masalah nyata yang dapat kita lihat antara lain pelanggaran norma – norma baku bahasa Indonesia terutama dalam penggunaan peranti teknologi sebagai alat komunikasi misalkan pada pola sms yang digunkan para siswa cenderung melanggar norma baku bahasa Indonesia Seprti dengan cara di singkat, asal asalan, dan bercampur dengan bahasa yang tidak baku.
Berbagai Kondisi sikap mental yang kurang baik merupakan problematika bagi pengguna bahasa Indonesia dalam kontks kehidupan sehari – hari. Melihat kondisi ini wajarlah pendidikan karakter menjadi tema utama yang diusung dunia pendidikan saat ini. Melalaui pendidikan karakter  diharapkan akan terbentuk perilaku peserta didik yang terpuji sejalan dengan nilai – nlai universal dan tradisi budaya yang religius. Dikaitkan dengan bahasa, tentu saja pendidikan karakter ini diharapkan mampu membina peserta didik untuk dapat berperilaku berbahasa yang baik dan sesuai dengan nilai – nilai luhur budaya karena pendidikan karakter memiliki dua fungsi yaitu membina karakter secara umum dan juga membina karakter  berbahasa. 
B.     Beberapa Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah.
Upaya untuk meningakatkan kinerja pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia yang unggul dan berkarakter saat ini sedang gencar – gencarnya dilakukan. Salah satu upaya ini adalah mengembangkan suatu program yang dikenal dengan istilah pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangakan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter didirnya, menerapkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga Negara yang religious, nasionalis, produktif dan kreatif.
Dalam praktiknya, pendidikan karakter yang sedang gencar – gencarnya dilakukan pemerintah akhirnya menimbulkan berbagai persepsi yang sangat beragam.Presepsi yang berkembang tersebut pada dasarnya dapat dibagi dua yakni presepsi yang benar dan presepsi yang keliru. Untuk presepsi yang keliru dapat pula dikategorikan menurut penyebapnya yakni kekurangpahaman akan pendidikan karakter dan sikap pesismis atau sikap berburuk sangka terhadap pendidikan karakter.
1)      Pendidikan Karakter adalah Materi Ajar yang Bersifat Penguasaan.
Pandangan yang sangat salah dalam menafsirkan penerapan pendidikan karakter adalah pandangan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu bidang studi atau materi ajar yang harus dikuasai siswa. Pandangan bahwa karakter merupakan materi ajar yang bersifat penguasaan, telah secara tegas ditolak oleh Kemendiknas dengan jelas menyatakan bahwa karakter sebagai suatu moral excellence dibangun diatas berbagai kebajikan yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi atas nilai – nilai yang berlaku dalam budaya bangsa. Sangat berbeda dengan materi ajar yang bersifat mastery.
2)      Pendidikan Karakter adalah Mengembalikan P4
Pandangan Kedua yang keliru manafsirkan penerapan pendidikan karakter adalah bahwa pendidikan karakter identic dengan pendidikan P4 pada zazman orde baru. Pandangan ini terutama muncul pada beberapa tokoh pendidikan karakter di Indonesia yang masih sangat kental dengan kepemimpinan ala militer yang pernah di terapkan pada zaman Orde Baru.

3)      Pendidikan Karakter adalah Pendidikan Moral, Nilai, dan Agama
Pandangan ketiga yang sering muncul dan terkesan paling dominan adalah bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan agama yang dituangkan dalam seluruh mata pelajaran. Padangan ini menyebutkan bahwa pendidikan karakter cukup dilakukan melalui pendidikan agama bukan pendidikan yang berlandaskan agama.
4)      Pendidikan Karakter adalah Proyek
Pandangan keempat ini adalah pandangan yang sangat pesimistis dan bahkan mungkin buruk sangka, yang memandang segala sesuatu berdasaran pola pikir negatif. Karana salah satu fakta yang masih sangat kental dalam ingatan mengenai pendidikan kecakapan hidup yang pernah bergaung dalam kontek pendidikan Indonesia pada tahun 2004 yaitu KBK. Hal ini ditandai  dengan seminar, penataran, peluncuran berbagai buku tentang PKH, dan implementasi PKH disekolah yang diawasi secara ketat.
 Pendidikan karakter haruslah diimplementasikan dalam setiap gerak dan irama proses pembelajaran di sekolah dan mungkin juga diluar sekolah. Atas dasar pemikiran ini pendidikan karakter harus menjadi jiwa dalam seluruh proses pendidikan bukan menjadi benalu bagi proses pendidikan.

C.     Pengertian Pendidikan Karakter
1)      Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No 20 Tahun 2003).
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
2)       Pengertian Karakter
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Istilah  tentang karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona (1992) dengan memakai konsep karakter baik. Konsep mengenai karakter baik (good character) dipopulerkan Thomas Lickona dengan merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles sebagai berikut “ ... the life of right conduct—right conduct in relation to other persons and in relation to oneself”atau kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri. Kehidupan yang penuh kebajikan (the virtuous life) sendiri oleh Lickona (1992) dibagi dalam dua kategori, yakni kebajikan terhadap diri sendiri (self-oriented virtuous) seperti pengendalian diri (selfcontrol) dan kesabaran (moderation); dan kebajikan terhadap orang lain (other-oriented virtuous), seperti kesediaan berbagi (generousity) dan merasakan kebaikan (compassion). Lickona (2004) menyatakan bahwa secara substantif terdapat tiga unjuk perilaku (operatives values, values in action) yang satu sama lain saling berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Menurut Kemendiknas Karakter sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku  (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, 2010)
3)       Pengertian Pendidikan Karakter
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education”(Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
D.    Internalisasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Berangkat dari pandangan bahawa pendidikan  karakter adalah proses pembelajaran itu sendri, pendidikan karakter dapat di internalisasikan kedalam semua mata pelajaran tanpa mengubah materi pembelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, termasuk dalam pembeljaran bahasa sekalipun.  Penginternaisasian pendidikan karakter dalam pembelajran bahasa Indonesia dilakukan melalui pemciptaan pembelajaran bahasa Indonesia yang berlandaskan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Beberapa saluran yang dapat diguakan untuk membina karakter dalam pembelajran bahasa Indonesia.  
1)      Melalui Bahan Ajar
Saluran yang paling banyak diguna-kan untuk mengintegrasikan pendidikankarakter ke dalam pembelajaran membacaadalah melalui bahan ajar. Hal ini dilaku-kan dengan cara mengembangkan bahanajar yang mengandung muatan karakter.Bahan ajar yang demikian biasanya berupakarya sastra atau biografi tokoh yangmengandung berbagai unsur yang dapatditeladani, dan juga bisa melalui bacaanmotivasional serta karya nonsastra yangberisi muatan-muatan karakter.Penggunan bahan ajar yang berisimuatan karakter telah banyak diteliti.Hasilnya cukup menggembirakan, yakni bahwa melalui bahan ajar yang berisimuatan karakter diyakini mampu mem-bina karakter siswa. Permasalahanya ada-lah guna dapat mengintegrasikan pendi-dikan karakter ke dalam bahan ajar, guruharus secara cermat melakukan pemilihanbahan ajar yang bermuatan karakter.
 Bahan ajar yang terdapat dalam bukut teks disekolah rata-rata dianggap kurang ber-muatan karakter sehingga guru harus ber-susah payah mencari bahan ajar yang lain.Upaya internalisasi pendidikan ka-rakter melalui saluran bahan ajar dapat dilakukan guru. Langkah-langkah yang ha-rus dilakukan guru adalah (1) memilih ba-han ajar secara cermat; (2) menentukan je-nis kegiatan penggalian karya sastra secaratepat (memilih pendekatan apresiasi); (3)memandu siswa menggali karya sastraberorientasi nilai dan moral sastra; dan (4)melakukan evaluasi hasil dan karakter.Berdasarkan langkah kerja ini penerapanpendidikan karakter telah sesuai denganyang diharapkan Kemendiknas yakni pen-didikan karakter bukan merupakan bahanajar, bukan merupakan pokok bahasan ter-sendiri, dan berlangsung secara integrativedalam proses pembelajaran.
2)      Melalui Model Pembelajaran
Saluran kedua yang dapat dilakukandalam menginternalisasikan pendidikankarakter dalam pembelajaran adalah melalui pengembangan model-model pembelajaran berbasis karakter. Istilah pengembangan dalam hal ini bukan hanya berartipenciptaan model, tetapi juga pemanfaatan model yang telah ada sebagai saluran pendidikan karakter. Dengan demikian, internalisasi pendidikan karakter ke dalam pembelajaran membaca melalui model pembelajaran dapat dilakukan dengan meng-gunakan model pembelajaran yang telah ada namun juga bisa melalui model pem belajaran baru yang sengaja dikembangkan untuk keperluan tersebut. Lickona (2004) menyatakan bahwa pembentukan karakter dan kemampuan akademik dalam satu proses pembelajaran dapat dilakukan jika seorang guru mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Ia mencontohkan ketika guru menggunakan model kooperatif tipe Number Head Together (NHT), guru tersebutakan secara langsung membina siswa dalam hal kemampuan akademik, namun sekaligus membina karakter dalam diri mereka. Nilai - nilai kerja sama, kedisiplinan,tanggung jawab, dan kreativitas akan terbentuk selama siswa belajar menggunakan model NHT tersebut.
Lebih lanjut ia menyimpulkan bahwa pengembangan karakter dan sekaligus membina prestasi akademik dapat dilakukan melalui optimalisasi proses pembelajaran itu sendiri. Penggunaan model pembelajaran sebagai saluran pendidikan karakter juga telah banyak diteliti oleh para ahli di Indonesia. Penelitian ini tidak hanya terjadi dalam mata pelajaran bahasa Indonsia, melainkan pada mata pelajaran yang lain. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh Budiastuti. Penelitian yang dilakukan Budiastuti (tt) menunjukkan bahwa penerapan pendidikan karakter melalui praktik berbusana mampu mengembangkan karakter positif siswa walaupun masih terdapat banyak kendala.
Studi terbaru tentang implementasi pendidikan karakter dilakukan Astuti dkk.(2010). Dalam penelitianya mereka mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran berbasis masalah. Hasilnya adalah bahwa pendidikan karakter yang dilakukan mampu meningkatkan kepedulian dan kepekaan sosial mahasiswa, meningkatkan nilai produk, dan meningkatkan beberapa nilai - nilai karakter yang diharapkan. Sejalan dengan Astuti, Mulya-na (2011) membuktikan bahwa pendidikan karakter dapat diterapkan melalui pembelajaran PAKEM sehingga mampu mengembangkan karakter siswa.Penggunaan model pembelajaran sebagai sarana pendidikan karakter tampaknya lebih efektif dan cenderung mendekati konsep pendidikan karakter yang sesungguhnya. Melalui model pemecahan masalah misalnya, banyak nilai karakter yang akan terbina, misalnya kejujuran, kerja keras, disiplin, rasa ingin tahu, kreativitas,dan beberapa yang lainnya. Demikian pula melalui model konstruktivis, siswa akan terbina nilai karakternya misalnya karakter peduli lingkungan, religius, menghargai prestasi, mandiri, dan demokratis. Demikian pula melalui beberapa model pembelajaran yang lain. Setiap model pembelajaran pastilah berisi sintak pembelajaran. Masing-masing sintak ini akan berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pada saat berkegiatan inilah, nilai-nilai karakter tercermin. Siswa secara tidak sadarakan menunjukkan karakternya. Di sisi lain siswa pun secara tidak sadar akan membina diri untuk berkarakter lebih baik. Dengan demikian melalui pengamatan yang cermat guru bisa menilai karakter siswa. Berdasarkan konsepsi paragraf diatas, langkah yang harus dilakukan guruuntuk mengintegrasikan pendidikan karakter melalui model pembelajaran adalah
a)          memilih model pembelajaran yang se-suai dengan SK dan KD kurikulum, tujuanpembelajaran, dan materi ajar;
b)         meran-cang tahapan pembelajaran yang dapatmerangsang timbulnya karakter;
c)          mela-kukan pengamatan untuk menilai karakter;dan
d)         melakukan evaluasi terhadap tuju an yang dicapai. Keempat langkah ini di-yakini dapat dijadikan paduan dasar bagiguru yang tertarik melaksanakan pembe-lajaran bahasa Indonsia berbasis pendidik-an karakter.

3)      Melalui Penilaian Otentik
Saluran terakhir yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter adalah melalui penilaian otentik. Penilaian Otentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwasiswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, penilaian ini tidak dilakukan di akhir periode saja (akhir semester). Kegiatan penilaian dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Mueller (2008) mengemukakan bahwa penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bias memunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam - macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata dan dalam suatu proses pembelajarannyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor,dan menilai semua aspek hasil belajar  (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktifitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun siluar kelas. Pada hakikatnya, kegiatan penilaian yang dilakukan tidak semata - mata untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dapat pula dipergunakan sebagai umpan baik penilaian terhadap kegiatan yang dilakukan (Nurgiyantoro, 2011:4).O’Malley dan Pierce (1996:4) mendefinisi-kan authentic assessment sebagai berikut.
Authentic assessment is an evaluation processthat involves multiple forms of performance mea-surement reflecting the student’s learning, achie-vement, motivation, and attitudes on instructio-nally-relevant activities. Example of authenticassessment techniques include performanceassessment, portofolio, and self-assessment”.
Jadi, asesmen otentik sangat terkait dengan upaya pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terunjuk kerjakan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam  suatu  persoalan  yang  dihadapi. Ciri utama kompetensi adalah able to do” yaitu siswa dapat melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya. Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk diterjadikan. Oleh karena itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk mengurangi menggunakan tes - tes objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat formatif. Penilaian otentik merupakan sebuah bentuk penilaian yang mengukur kinerja nyata yang dimiliki siswa. Kinerja yang dimaksud adalah aktivitas dan hasil akti vitas yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran.
Berdasarkan pemahaman inipenilaian otentik pada prinsipnya mengukur aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Bertemali dengan pendidikan karakter, pendidikan karakter bertujuan agar siswa mampu menjadi orang yang berkarakter mulia. Usaha pengembangan karakterini harus dilakukan secara bekesinambungan dalam proses pembelajaran. Secarapraktisnya, pembentukan dan pengembangan karakter ini bersifat integrative dengan aktivitas belajar yang dilakukansiswa. Oleh sebab itu, penilaian otentik pada dasarnya digunakan untuk mengkreasikan berbagai aktivitas belajar yang bermuatan karakter dan sekaligus mengukur keberhasilan aktivitas tersebut serta mengukur kemunculan karakter pada dirisiswa.

E.     Nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa.
Pembelajaran ditujuakan untuk membangun karakter pada diri siswa. Wujud karakter tersebut adalah nilai nilai yang dipandang, baik dalam konteks universal maupun dalam konteks ke indonesiaan yakni nilai – nilai yang berbasis budaya bangsa. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Selain itu banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti / karakter  menjadi bahan pembicaraan ramai. Bedasarkan kenyataan tersebut, nilai karakter yang harus di kembangkan dapat sangat beragam dan tidak terbatas pada suatu pendapat tertentu. Nilai – nilai ini dalam konteks tertentu bias sangat bersifat local. Dalam konteks lain yang berisfat lebih umum, nilai yang di kembangkan seharusnya merupakan nilai yang berlaku secara universal dalam berbagai budaya, agama dan kehidupan social masyarakat dunia.
Berdasarkan keberagaman nilai budaya yang berorientasi karakter di Indonesia, secara umum Kemendiknas merumuskan 18 nilai karakter yang harus dikembangkan pada diri anak selama pembelajaran. Ke 18 nilai karakter  ini tentu saja dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran membaca pemahaman yaitu Religius, Jujur,Toleransi, Disipln, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Mengaharagai Prestasi, Komunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung jawab.
Selain kedelapan Belas nilai di atas, Suyanto mengemukakan Sembilan pilar penddikan karakter. Sembilan pilar ini pada dasarnya berisi nilai – nilai karakter yang harus dikembangkan dalam diri selama proses pembelajaran ataupun diluar proses pembelajaran. Kesembilan pilar pendidikan tersebut adalah :
  1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan – Nya
  2. Kemandirian dan tanggung jawab
  3.  Kejujuran dan diplomatis
  4. Hormat dan santun
  5. Dermawan, suka tolong menolong, dan bekerja sama
  6. Percaya diri dan pekerja keras.
  7. Baik dan rendah hati
  8. Kepimimpinan dan keadilan
  9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Beradasarkan berbagai jenis nilai karakter tersebut selanjutnya guru harus membuat matrik jenis nilai karakter dengan aktivitas pembelajaran yang dilakasanakan. Matriks inilah yang akan memberikan gambaran keterhubungan antara prosedur dan aktivitas pembelajaran dengan pendidikan karakter.


















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan berkarakter juga dilakukan secara berkelanjutan (continu).
Berdasarkan keberagaman nilai budaya yang berorientasi karakter di Indonesia, secara umum Kemendiknas merumuskan 18 nilai karakter yang harus dikembangkan pada diri anak selama pembelajaran. Ke 18 nilai karakter  ini tentu saja dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran membaca pemahaman yaitu Religius, Jujur,Toleransi, Disipln, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Mengaharagai Prestasi, Komunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung jawab.
B.     Saran
Hendaknya pendidikan berkarakter dikalangan sekolah lebih ditingkatkan agar mampu mencetak siswa – siswi utuh yang berkarakter. Siswa –siswi inilah yang kedepannya akan menjadi generasi penerus bangsa Indonesia, oleh karena itu mereka  harus memiliki  good character.







DAFTAR PUSTAKA
Kemendiknas.2010.Pengembangan Pendi-dikan Budaya dan Karakter Bangsa. Ja-karta: Kemendiknas.
Darmiyati,  dkk. 2010., Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif  Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan Kultur Universitas, Yogyakata :  UNY press
Abidin, yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung : PT Refika aditama






No comments:

Post a Comment

Soal UJian Sekolah Kelas 6 IPA 2024

  PENILAIAN SUMATIF AKHIR JENJANG (PSAJ) TAHUN PELAJARAN 2 023 / 2 024   Mata Pelajaran                          : IPA Kelas/Semest...