MAKALAH
PEMBELAJARAN BAHASA
DALAM GAMATIK PEDIDIKAN KARAKTER
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas individu
Mata Kuliah Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia
Dosen:
Ariyanto, M.Pd
Disusun oleh:
Nurhaya Abaita (116223111)
Semester:
6/C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP MUHAMMADYAH KUNINGAN
JL. Raya Cigugur No. 28 Kuningan – Jawa Barat 45511 Tlp./Fax. (0232) 874085
2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana atas segala berkat rahmat dan
hidayah-NYA lah penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DALAM GAMATIK PENDIDIKA KARAKTER.
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah
Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam kesempatan ini tak lupa
penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ariyanto, M.Pd selaku Dosen Mata
Kuliah Pengembangan, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan semua
kalangan yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini baik yang secara
langsung maupun tidak langsung, karena tidaklah mungkin Makalah ini dapat
terselesaikan apabila penulis tidak mendapatkan
bimbingan serta arahannya.
Harapan
penulis semoga Maklah ini dapat bermanfaat dan dapat membantu pembaca, khususnya
mahasiswa STKIP Muhammadiyah Kuningan dan dapat memberikan sedikit pengetahuan
sehingga kehadiran Makalah ini tidak hanya sekedar memperkaya keilmuan tetapi
juga membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa Makalah
ini tidak luput dari kekurangan dan
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi perbaikan Makalah ini.
Kuningan, Maret 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR
.................................................................................. ... i
DAFTAR ISI
................................................................................................. .. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C.
TujuanPenulisan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pentingnya
Pendidikan Karakter untuk pembelajaran Bahasa............. .. 3
B. Beberapa Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah....................... 4
C. Pengertian Pendidikan Karakter............................................................. 5
D. Internalisasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Bahasa ............. 7
E. Nilai yang Dikembangkan dalam Pembelajaran Bahasa....................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 14
B. Saran ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan Indonesia saat ini sedang
dihadapkan kepada situasi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini terjadi
sejalan dengan semakin banyaknya kenyataan tentang lemahnya karakter bangasa
Indonesia yang selama ini diyakini sangat kuat dan teguh memegang sendi – sendi
kehidupan. Penerapan pendidikan karakter bangsa melalui pengembangan karakter
individu peserta didik tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial dan budaya
peserta didik (Gultom Syawal: 2012,1). Pengembangan karakter bagi peserta didik
hanya dapat bermakna apabila dilakukan dalam suatu proses pendidikan. Dalam
proses pendidikan itu peserta didik berada dalam lingkungan sosial karena
peserta didik dapat melakukan interaksi, peserta didik juga berada dalam budaya
masyarakat artinya interaksi yang dilakukan sesuai dengan kebiasaan peserta
didik sehari-hari, dan peserta didik berada dalam budaya bangsa artinya peserta
didik belajar dengan situasi bangsa Indonesia.
Jadi pendidikan karakter bangsa dapat
dimaknai sebagai proses penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik
yang meliputi komponen pengetahuan (kognitif), komitmen dan kesadaran, dan
perilaku untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, terhadap Tuhan, terhadap
dirinya sendiri, terhadap sesama hidup, terhadap lingkungannya, maupun secara
kebangsaan. Makalah yang saya buat ini sedikbanyaknya akan mengungkap mengenai
pendidikan karakter khususnya terhadapa pembelajaran Bahasa Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
- Seberapa
Pentingnya Pendidikan Karakter untuk pembelajran bahasa ?
- Bagaimana
Asumsi Pendidikan Karakter?
- Apa
Sebenarnya Pendidikan Karakter ?
- Bagaimana
Internalisasi Pendidika Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia ?
- Nilai
apa yang di kembangkan dalam pembelajaran Bahasa ?
C.
Tujuan
- Pentingnya
Pendidikan Karakter untuk pembelajran bahasa.
- Beberapa
Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah.
- Pengertian
Pendidikan Karakter
- Internalisasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
- Nilai
yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya
Pendidikan Karakter untuk pembelajaran bahasa.
Pendidkan karakter sebenarnya bukan hal
yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa
reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda – beda. Namun hingga
saat ini belum menunjukan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena social
yang menujukan prilaku yang tidak berkarakter. Bahasa adalah kegiatan manusiawi, yakni
kegiatan yang setiap saat dilakukan manusia dan hanya mampu menggunakan bahasa
dalam rangka mengembankan diri. Melalui bahasa manusia mampu mangembangkan
budaya, membangun peradapan, dan mengubah atau bahkan melestarikan lingkungan
untuk kepentingan kehidupannya. Bahasa juga merupakan cerminan kepribadian
seseorang, yang berarti baik buruknya bahasa yang digunakan seseorang pada
dasarnya adalah cerminan kepribadian orang tersebut. Tentunya kehati – hatian
dalam berbahasa atau menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi sangat diperhatikan karena bahasa yang digunakan adalah
cermina keperibadian seseorang.
Sikap mental berbahasa inilah yag
kemudian menjadi probelmatika dalam berbahasa Indonesia. Masalah nyata yang
dapat kita lihat antara lain pelanggaran norma – norma baku bahasa Indonesia
terutama dalam penggunaan peranti teknologi sebagai alat komunikasi misalkan
pada pola sms yang digunkan para siswa cenderung melanggar norma baku bahasa
Indonesia Seprti dengan cara di singkat, asal asalan, dan bercampur dengan
bahasa yang tidak baku.
Berbagai Kondisi sikap mental yang
kurang baik merupakan problematika bagi pengguna bahasa Indonesia dalam kontks
kehidupan sehari – hari. Melihat kondisi ini wajarlah pendidikan karakter
menjadi tema utama yang diusung dunia pendidikan saat ini. Melalaui pendidikan
karakter diharapkan akan terbentuk
perilaku peserta didik yang terpuji sejalan dengan nilai – nlai universal dan
tradisi budaya yang religius. Dikaitkan dengan bahasa, tentu saja pendidikan
karakter ini diharapkan mampu membina peserta didik untuk dapat berperilaku
berbahasa yang baik dan sesuai dengan nilai – nilai luhur budaya karena
pendidikan karakter memiliki dua fungsi yaitu membina karakter secara umum dan
juga membina karakter berbahasa.
B.
Beberapa
Asumsi Pendidikan Karakter yang Salah Arah.
Upaya untuk meningakatkan kinerja
pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia yang unggul dan berkarakter saat
ini sedang gencar – gencarnya dilakukan. Salah satu upaya ini adalah
mengembangkan suatu program yang dikenal dengan istilah pendidikan budaya dan
karakter bangsa. Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangakan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa pada
diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
didirnya, menerapkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai
anggota masyarakat, dan warga Negara yang religious, nasionalis, produktif dan
kreatif.
Dalam praktiknya, pendidikan karakter
yang sedang gencar – gencarnya dilakukan pemerintah akhirnya menimbulkan
berbagai persepsi yang sangat beragam.Presepsi yang berkembang tersebut pada
dasarnya dapat dibagi dua yakni presepsi yang benar dan presepsi yang keliru.
Untuk presepsi yang keliru dapat pula dikategorikan menurut penyebapnya yakni
kekurangpahaman akan pendidikan karakter dan sikap pesismis atau sikap berburuk
sangka terhadap pendidikan karakter.
1) Pendidikan
Karakter adalah Materi Ajar yang Bersifat Penguasaan.
Pandangan
yang sangat salah dalam menafsirkan penerapan pendidikan karakter adalah
pandangan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu bidang studi atau materi
ajar yang harus dikuasai siswa. Pandangan bahwa karakter merupakan materi ajar
yang bersifat penguasaan, telah secara tegas ditolak oleh Kemendiknas dengan
jelas menyatakan bahwa karakter sebagai suatu moral excellence dibangun diatas
berbagai kebajikan yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi
atas nilai – nilai yang berlaku dalam budaya bangsa. Sangat berbeda dengan
materi ajar yang bersifat mastery.
2) Pendidikan
Karakter adalah Mengembalikan P4
Pandangan
Kedua yang keliru manafsirkan penerapan pendidikan karakter adalah bahwa
pendidikan karakter identic dengan pendidikan P4 pada zazman orde baru.
Pandangan ini terutama muncul pada beberapa tokoh pendidikan karakter di
Indonesia yang masih sangat kental dengan kepemimpinan ala militer yang pernah
di terapkan pada zaman Orde Baru.
3) Pendidikan
Karakter adalah Pendidikan Moral, Nilai, dan Agama
Pandangan
ketiga yang sering muncul dan terkesan paling dominan adalah bahwa pendidikan
karakter adalah pendidikan agama yang dituangkan dalam seluruh mata pelajaran.
Padangan ini menyebutkan bahwa pendidikan karakter cukup dilakukan melalui
pendidikan agama bukan pendidikan yang berlandaskan agama.
4) Pendidikan
Karakter adalah Proyek
Pandangan
keempat ini adalah pandangan yang sangat pesimistis dan bahkan mungkin buruk
sangka, yang memandang segala sesuatu berdasaran pola pikir negatif. Karana
salah satu fakta yang masih sangat kental dalam ingatan mengenai pendidikan
kecakapan hidup yang pernah bergaung dalam kontek pendidikan Indonesia pada
tahun 2004 yaitu KBK. Hal ini ditandai
dengan seminar, penataran, peluncuran berbagai buku tentang PKH, dan
implementasi PKH disekolah yang diawasi secara ketat.
Pendidikan karakter haruslah diimplementasikan
dalam setiap gerak dan irama proses pembelajaran di sekolah dan mungkin juga
diluar sekolah. Atas dasar pemikiran ini pendidikan karakter harus menjadi jiwa
dalam seluruh proses pendidikan bukan menjadi benalu bagi proses pendidikan.
C.
Pengertian
Pendidikan Karakter
1) Pengertian
Pendidikan
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara (UU No 20 Tahun 2003).
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”.
2) Pengertian Karakter
Menurut
bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi,
karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan
seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu
dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan
bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.
Dilihat
dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi
tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan
kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.
Istilah tentang
karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona (1992) dengan memakai konsep karakter
baik. Konsep mengenai karakter baik (good character) dipopulerkan Thomas
Lickona dengan merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles sebagai
berikut “ ... the life of right conduct—right conduct in relation to
other persons and in relation to oneself”atau kehidupan berperilaku baik/penuh
kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa,
manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri. Kehidupan yang penuh
kebajikan (the virtuous life) sendiri oleh Lickona (1992) dibagi
dalam dua kategori, yakni kebajikan terhadap diri sendiri (self-oriented
virtuous) seperti pengendalian diri (selfcontrol) dan kesabaran (moderation);
dan kebajikan terhadap orang lain (other-oriented virtuous), seperti
kesediaan berbagi (generousity) dan merasakan kebaikan (compassion).
Lickona (2004) menyatakan bahwa secara substantif terdapat tiga unjuk perilaku
(operatives values, values in action) yang satu sama lain saling
berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Menurut Kemendiknas
Karakter sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat
baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, 2010)
3) Pengertian Pendidikan Karakter
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi,
dan berbagai hal terkait lainnya. Berdasarkan grand design yang dikembangkan
Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter
dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial
kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut
Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan
efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan.
Dengan
pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam
tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Jadi, pendidikan
karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau
kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa
pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata
bijak dari pemikir besar dunia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah
satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa
karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus
character….that is the goal of true education”(Kecerdasan plus karakter….itu
adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang
mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a
menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan
bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
D.
Internalisasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Berangkat dari pandangan bahawa
pendidikan karakter adalah proses
pembelajaran itu sendri, pendidikan karakter dapat di internalisasikan kedalam
semua mata pelajaran tanpa mengubah materi pembelajaran yang sudah ditetapkan
dalam kurikulum, termasuk dalam pembeljaran bahasa sekalipun. Penginternaisasian pendidikan karakter dalam
pembelajran bahasa Indonesia dilakukan melalui pemciptaan pembelajaran bahasa
Indonesia yang berlandaskan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan
menyenangkan. Beberapa saluran yang dapat diguakan untuk membina karakter dalam
pembelajran bahasa Indonesia.
1)
Melalui Bahan Ajar
Saluran yang paling banyak diguna-kan untuk mengintegrasikan
pendidikankarakter ke dalam pembelajaran membacaadalah melalui bahan ajar. Hal
ini dilaku-kan dengan cara mengembangkan bahanajar yang mengandung muatan
karakter.Bahan ajar yang demikian biasanya berupakarya sastra atau biografi
tokoh yangmengandung berbagai unsur yang dapatditeladani, dan juga bisa melalui
bacaanmotivasional serta karya nonsastra yangberisi muatan-muatan
karakter.Penggunan bahan ajar yang berisimuatan karakter telah banyak
diteliti.Hasilnya cukup menggembirakan, yakni bahwa melalui bahan ajar yang
berisimuatan karakter diyakini mampu mem-bina karakter siswa. Permasalahanya
ada-lah guna dapat mengintegrasikan pendi-dikan karakter ke dalam bahan ajar,
guruharus secara cermat melakukan pemilihanbahan ajar yang bermuatan karakter.
Bahan ajar yang terdapat
dalam bukut teks disekolah rata-rata dianggap kurang ber-muatan karakter
sehingga guru harus ber-susah payah mencari bahan ajar yang lain.Upaya
internalisasi pendidikan ka-rakter melalui saluran bahan ajar dapat dilakukan
guru. Langkah-langkah yang ha-rus dilakukan guru adalah (1) memilih ba-han ajar
secara cermat; (2) menentukan je-nis kegiatan penggalian karya sastra
secaratepat (memilih pendekatan apresiasi); (3)memandu siswa menggali karya
sastraberorientasi nilai dan moral sastra; dan (4)melakukan evaluasi hasil dan
karakter.Berdasarkan langkah kerja ini penerapanpendidikan karakter telah
sesuai denganyang diharapkan Kemendiknas yakni pen-didikan karakter bukan
merupakan bahanajar, bukan merupakan pokok bahasan ter-sendiri, dan berlangsung
secara integrativedalam proses pembelajaran.
2)
Melalui Model Pembelajaran
Saluran kedua yang dapat dilakukandalam menginternalisasikan
pendidikankarakter dalam pembelajaran adalah melalui pengembangan model-model
pembelajaran berbasis karakter. Istilah pengembangan dalam hal ini bukan hanya
berartipenciptaan model, tetapi juga pemanfaatan model yang telah ada sebagai
saluran pendidikan karakter. Dengan demikian, internalisasi pendidikan
karakter ke dalam pembelajaran membaca melalui model pembelajaran dapat
dilakukan dengan meng-gunakan model pembelajaran yang telah ada namun juga bisa
melalui model pem belajaran baru yang
sengaja dikembangkan untuk keperluan tersebut. Lickona (2004) menyatakan
bahwa pembentukan karakter dan kemampuan akademik dalam satu proses
pembelajaran dapat dilakukan jika seorang guru mampu memilih dan menggunakan
model pembelajaran yang tepat. Ia mencontohkan ketika guru menggunakan model
kooperatif tipe Number Head
Together (NHT), guru tersebutakan secara langsung membina siswa
dalam hal kemampuan akademik, namun sekaligus membina karakter dalam diri mereka.
Nilai - nilai kerja sama, kedisiplinan,tanggung jawab, dan kreativitas akan terbentuk
selama siswa belajar menggunakan model NHT tersebut.
Lebih lanjut ia menyimpulkan bahwa pengembangan karakter dan sekaligus
membina prestasi akademik dapat dilakukan melalui optimalisasi proses
pembelajaran itu sendiri. Penggunaan model pembelajaran sebagai saluran pendidikan
karakter juga telah banyak diteliti oleh para ahli di Indonesia. Penelitian ini
tidak hanya terjadi dalam mata pelajaran bahasa Indonsia, melainkan pada mata
pelajaran yang lain. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh Budiastuti.
Penelitian yang dilakukan Budiastuti (tt) menunjukkan bahwa penerapan
pendidikan karakter melalui praktik berbusana mampu mengembangkan karakter
positif siswa walaupun masih terdapat banyak kendala.
Studi terbaru tentang implementasi pendidikan karakter dilakukan
Astuti dkk.(2010). Dalam penelitianya mereka mengintegrasikan pendidikan
karakter ke dalam pembelajaran berbasis masalah. Hasilnya adalah bahwa
pendidikan karakter yang dilakukan mampu meningkatkan kepedulian dan kepekaan
sosial mahasiswa, meningkatkan nilai produk, dan meningkatkan beberapa nilai - nilai
karakter yang diharapkan. Sejalan dengan
Astuti, Mulya-na (2011) membuktikan bahwa pendidikan karakter dapat diterapkan
melalui pembelajaran PAKEM sehingga mampu mengembangkan karakter
siswa.Penggunaan model pembelajaran sebagai sarana pendidikan karakter tampaknya
lebih efektif dan cenderung mendekati konsep pendidikan karakter yang
sesungguhnya. Melalui model pemecahan masalah misalnya, banyak nilai karakter
yang akan terbina, misalnya kejujuran, kerja keras, disiplin, rasa ingin tahu,
kreativitas,dan beberapa yang lainnya. Demikian pula melalui model
konstruktivis, siswa akan terbina nilai karakternya misalnya karakter peduli
lingkungan, religius, menghargai prestasi, mandiri, dan demokratis. Demikian pula
melalui beberapa model pembelajaran yang lain. Setiap model pembelajaran
pastilah berisi sintak pembelajaran. Masing-masing sintak ini akan berisi
kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pada saat berkegiatan inilah, nilai-nilai
karakter tercermin. Siswa secara tidak sadarakan menunjukkan karakternya. Di
sisi lain siswa pun secara tidak sadar akan membina diri untuk berkarakter
lebih baik. Dengan demikian melalui pengamatan yang cermat guru bisa menilai
karakter siswa. Berdasarkan konsepsi paragraf diatas, langkah yang harus
dilakukan guruuntuk mengintegrasikan pendidikan karakter melalui model
pembelajaran adalah
a)
memilih model pembelajaran yang se-suai dengan SK dan KD
kurikulum, tujuanpembelajaran, dan materi ajar;
b)
meran-cang tahapan pembelajaran yang dapatmerangsang timbulnya
karakter;
c)
mela-kukan pengamatan untuk menilai karakter;dan
d)
melakukan evaluasi terhadap tuju an yang dicapai. Keempat langkah ini di-yakini dapat dijadikan
paduan dasar bagiguru yang tertarik melaksanakan pembe-lajaran bahasa Indonsia
berbasis pendidik-an karakter.
3)
Melalui Penilaian Otentik
Saluran terakhir yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter
adalah melalui penilaian otentik. Penilaian Otentik adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwasiswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami
kemacetan dalam belajar, guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar
siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar
itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, penilaian ini tidak dilakukan
di akhir periode saja (akhir semester). Kegiatan penilaian dilakukan bersamaan
dengan kegiatan pembelajaran. Mueller (2008) mengemukakan bahwa penilaian
otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks
dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan
masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bias memunyai lebih dari
satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan
mengukur kemampuan siswa dalam bermacam - macam kemungkinan pemecahan masalah
yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata dan dalam suatu proses pembelajarannyata.
Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor,dan
menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik
yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa
perubahan dan perkembangan aktifitas, dan perolehan belajar selama proses
pembelajaran didalam kelas maupun siluar kelas. Pada hakikatnya, kegiatan
penilaian yang dilakukan tidak semata - mata untuk menilai hasil belajar siswa
saja,
melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain
kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dapat pula dipergunakan
sebagai umpan baik penilaian terhadap kegiatan yang dilakukan (Nurgiyantoro,
2011:4).O’Malley dan Pierce (1996:4) mendefinisi-kan authentic assessment sebagai berikut.
“Authentic assessment is an evaluation processthat
involves multiple forms of performance mea-surement reflecting the student’s
learning, achie-vement, motivation, and attitudes on instructio-nally-relevant
activities. Example of authenticassessment techniques include
performanceassessment, portofolio, and self-assessment”.
Jadi, asesmen otentik sangat terkait
dengan upaya pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terunjuk kerjakan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam suatu persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalah “able to do” yaitu siswa dapat melakukan sesuatu berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya. Melalui asesmen otentik, hal tersebut
sangat mungkin untuk diterjadikan. Oleh karena itu, KTSP dengan jelas menyarankan
guru untuk mengurangi menggunakan tes - tes objektif, utamanya untuk asesmen
yang bersifat formatif. Penilaian otentik merupakan sebuah bentuk penilaian
yang mengukur kinerja nyata yang dimiliki siswa. Kinerja yang dimaksud adalah
aktivitas dan hasil akti vitas yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran.
Berdasarkan pemahaman inipenilaian
otentik pada prinsipnya mengukur aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Bertemali dengan pendidikan karakter,
pendidikan karakter bertujuan agar siswa mampu menjadi orang yang berkarakter
mulia. Usaha pengembangan karakterini harus dilakukan secara bekesinambungan
dalam proses pembelajaran. Secarapraktisnya, pembentukan dan pengembangan
karakter ini bersifat integrative dengan aktivitas belajar yang dilakukansiswa.
Oleh sebab itu, penilaian otentik pada dasarnya digunakan untuk mengkreasikan
berbagai aktivitas belajar yang bermuatan karakter dan sekaligus mengukur
keberhasilan aktivitas tersebut serta
mengukur kemunculan karakter pada dirisiswa.
E.
Nilai
yang dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa.
Pembelajaran ditujuakan untuk membangun
karakter pada diri siswa. Wujud karakter tersebut adalah nilai nilai yang
dipandang, baik dalam konteks universal maupun dalam konteks ke indonesiaan
yakni nilai – nilai yang berbasis budaya bangsa. Pendidikan karakter di sekolah
sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam
keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari
keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Selain itu banyak
orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena
kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua
dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya,
kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan
otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti /
karakter menjadi bahan pembicaraan ramai. Bedasarkan kenyataan
tersebut, nilai karakter yang harus di kembangkan dapat sangat beragam dan
tidak terbatas pada suatu pendapat tertentu. Nilai – nilai ini dalam konteks
tertentu bias sangat bersifat local. Dalam konteks lain yang berisfat lebih
umum, nilai yang di kembangkan seharusnya merupakan nilai yang berlaku secara
universal dalam berbagai budaya, agama dan kehidupan social masyarakat dunia.
Berdasarkan keberagaman nilai budaya
yang berorientasi karakter di Indonesia, secara umum Kemendiknas merumuskan 18
nilai karakter yang harus dikembangkan pada diri anak selama pembelajaran. Ke
18 nilai karakter ini tentu saja dapat
dikembangkan melalui proses pembelajaran membaca pemahaman yaitu Religius,
Jujur,Toleransi, Disipln, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Mengaharagai Prestasi, Komunikatif,
Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung jawab.
Selain kedelapan Belas nilai di atas,
Suyanto mengemukakan Sembilan pilar penddikan karakter. Sembilan pilar ini pada
dasarnya berisi nilai – nilai karakter yang harus dikembangkan dalam diri
selama proses pembelajaran ataupun diluar proses pembelajaran. Kesembilan pilar
pendidikan tersebut adalah :
- Cinta
Tuhan dan segenap ciptaan – Nya
- Kemandirian
dan tanggung jawab
- Kejujuran dan diplomatis
- Hormat
dan santun
- Dermawan,
suka tolong menolong, dan bekerja sama
- Percaya
diri dan pekerja keras.
- Baik
dan rendah hati
- Kepimimpinan
dan keadilan
- Toleransi,
kedamaian, dan kesatuan.
Beradasarkan berbagai jenis nilai
karakter tersebut selanjutnya guru harus membuat matrik jenis nilai karakter
dengan aktivitas pembelajaran yang dilakasanakan. Matriks inilah yang akan
memberikan gambaran keterhubungan antara prosedur dan aktivitas pembelajaran
dengan pendidikan karakter.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan
nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan berkarakter
juga dilakukan secara berkelanjutan (continu).
Berdasarkan keberagaman nilai budaya
yang berorientasi karakter di Indonesia, secara umum Kemendiknas merumuskan 18
nilai karakter yang harus dikembangkan pada diri anak selama pembelajaran. Ke
18 nilai karakter ini tentu saja dapat
dikembangkan melalui proses pembelajaran membaca pemahaman yaitu Religius,
Jujur,Toleransi, Disipln, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Mengaharagai Prestasi, Komunikatif,
Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung jawab.
B.
Saran
Hendaknya pendidikan berkarakter
dikalangan sekolah lebih ditingkatkan agar mampu mencetak siswa – siswi utuh
yang berkarakter. Siswa –siswi inilah yang kedepannya akan menjadi generasi
penerus bangsa Indonesia, oleh karena itu mereka harus
memiliki good character.
DAFTAR PUSTAKA
Kemendiknas.2010.Pengembangan
Pendi-dikan Budaya dan Karakter Bangsa. Ja-karta: Kemendiknas.
Darmiyati, dkk.
2010., Pendidikan Karakter dengan
Pendekatan Komprehensif Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan
Kultur Universitas, Yogyakata : UNY press
Abidin,
yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis
Pendidikan Karakter. Bandung : PT Refika aditama
No comments:
Post a Comment