MAKALAH
ETIKA PERGAULAN
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas kelompok
Mata Kuliah SPAI
Dosen:
Ani Nuraeni M.Pd
Oleh:
Nurhaya Abaita (116223111)
Semester: 6/C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP MUHAMMADYAH KUNINGAN
JL. Raya Cigugur No. 28 Kuningan – Jawa Barat 45511 Tlp./Fax. (0232) 874085
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PERGAULAN” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah SPAI.
Dalam menyelesaikan makalah ini tidak
lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima Dosen mata kuliah SPAI
dan teman-teman yang banyak membantu dengan saran dan kritiknya serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini,
kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyajian makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun, umumnya bagi pembaca.
Kuningan,
November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------ i
DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------- ii
BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------- 1
A.
Latar
Belakang --------------------------------------------------------- 1
B. Rumusan Masalah ------------------------------------------------------ 1
C. Tujuan Penulisan -------------------------------------------------------- 1
BAB II PEMBAHASAN --------------------------------------------------------- 2
A.
Pandangan Terhadap Hubungan Pria - Wanita -------------------------- 3
B. Pengaturan Hubungan Pria – Wanita Dalam Islam----------------------- 9
C. Kondisi Objek Pergaulan Pria
– Wanita Masa Kini -------------------- 11
D. Dampak Etika Pergaulan Diabaikan ----------------------------------- 15
E. Etika Berpenampilan Sesuai
Syar’i
------------------------------------- 16
BAB III PENUTUP --------------------------------------------------------------- 22
A. KESIMPULAN ------------------------------------------------------------------- 22
B. SARAN
---------------------------------------------------------------------------- 22
DAFTAR
PUSTAKA ------------------------------------------------------------ 23
LAMPIIRAN - LAMPIRAN ----------------------------------------------------- 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pergaulan yang berarti hidup bermasyarakat perlu
latihan sejak dini, bahkan sejak seseorang mengenal orang lain di luar dirinya
sendiri. Sejak usia anak-anak hingga menjadi orang dewasa, bahkan orang tua
sekalipun dalam kehidupannya tidak lepas dari apa yang disebut dengan
pergaulan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan, yaitu
kemungkinan diterima secara baik atau ditolak oleh kelompok, lingkungan, bahkan
di dalam masyarakat luas pada umumnya. Jika seseorang di dalam bergaul dapat
diterima dengan baik di dalam komunitasnya, maka seseorang itu akan lebih
percaya diri, timbul semangat untuk lebih berkarya dan berprestasi. Harga diri
akan meningkat dengan sendirinya. Penghargaan demi penghargaan akan diperoleh
dan kepercayaan akan terus meningkat yang datang dari komunitasnya. Meskipun
demikian diperlukan pengendalian diri dengan selalu mendekatkan diri kepasa
Tuhan Yang Maha Esa seraya memohon petunjukNya agar selalu diberikan bimbingan
ke arah yang lebih baik.
Lingkungan masyarakat merupakan barometer/tolak ukur
seseorang, apakah sikap, tutur kata dan perilaku seseorang dapat diterima oleh
masyarakat luas atau tidak sesuai dengan norma dan tata nilai di dalam
masyarakat itu sendiri.
Keterampilan bergaul dapat dilihat sejak kanak-kanak
hingga dewasa. Ketika masih kanak-kanak seseorang suka berkenalan dengan cara
yang paling sederhana, yaitu tersenyum dan menyapa kawan-kawan yang baru
dijumpainya. Ini merupakan awal terbentuknya rasa percaya diri
dengan dunia pergaulan dilingkungannya yaitu dunia anak. Sampai saatnya
seseorang memasuki dunia remaja dan dewasa, untuk belajar sesuai dengan
usianya, karena pergaulan akan membawa kesuksesan di masa yang akan datang.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Pandangan Terhadap Hubungan Pria – Wanita ?
2.
Bagaimana
Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Islam ?
3.
Bagaimana
Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini ?
4.
Apa Dampak Etika
Pergaulan diabaikan ?
5.
Seperti Apa Berpenampilan
Sesuai Syariah Islam ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Pandangan Terhadap Hubungan Pria – Wanita.
2.
Mengenal
Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Islam
3.
Mengetahui
Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini
4.
Mengetahui
Dampak Etika Pergaulan diabaikan
5.
Mengetahui Apa
Berpenampilan Sesuai Syariah Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Terhadap Hubungan Pria-Wanita
Jika naluri seorang manusia bergejolak, sudah barang
tentu membutuhkan adanya pemuasan. Sebaliknya, jika naluri manusia tidak
bergejolak, tentu tidak perlu adanya pemuasan. Pada saat naluri menuntut adanya
pemuasan, naluri itu akan mendorong seseorang untuk memenuhinya. Jika ia belum
berhasil memenuhinya yakni selama naluri tersebut masih terus bergejolak maka
yang timbul adalah keglisahan. Baru setelah gejolak naluri tersebut reda akan
hilanglah rasa gelisah itu. Naluri yang tidak terpenuhi memang tidak sampai
mengantarkan seseorang pada kematian, tidak juga menyebabkan gangguan fisik ,
jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak terpenuhi hanya akan mengakibatkan
kegelisahan dan kepedihan yang menyakitkan. Dari fakta ini, dapat dipahami
bahwa pemenuhan yang mutlak harus ada sebagaimana pemenuhan atas dorongan
kebutuhan jasmani. Pemenuhan gejolak naluri tidak lain merupakan upaya untuk
mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua
macam:
1. fakta yang
dapat diindra
2. pikiran-pikiran
yang dapat mengundang makna-makna (bayang-bayang) tertentu.
Jika salah satu dari kedua factor
itu ada, naluri manusia tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan
berasal dari factor-faktor internal, sebagaimana halnya dorongan kebutuhan
jasmani, melainkan karena factor-faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang
terindra dan pikiran-pikiran yang dihadirkan. Kenyataan ini sesuai dan berlaku
untuk semua macam naluri yang ada pada diri manusia, yaitu: naluri untuk
menjaga eksistensi diri (gharizah al-baqa’), naluri
beragama/religiousitas (gharizah at-tadayyun), dan naluri seksual untuk
melanjutkan keturunan (gharizah an-nau’). Antara yang satu dengan yang
lainnya tidak ada perbedaan.
Naluri manusia untuk melanjutkan keturunan (naluri
seksual) , sebagaimana kedua jenis naluri lainnya, menuntut suatu pemuasan
ketika bergejolak. Akan tetapi, ketiga naluri tersebut sama-sama tidak akan
bergejolak, kecuali karena adanya fakta yang dapat diindera atau adanya
pikiran-pikiran yang sengaja dihadiran. Oleh karena itu, pemenuhan naluri
seksual sesungguhnya merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Manusia
bahkan dapat mengatur kemunculannya. Manusia juga dapat mencegah munculnya
berbagai gejala dari naluri ini, kecuali gejala yang mengarah pada tujuan untuk
melestarikan keturunan.
Melihat wanita atau fakta-fakta yang menggugah birahi,
misalnya, tentu akan membangkitkan naluri seksual sehingga akan melahirkan
tuntutan pemuasan. Demikian pula mendengarkan atau membaca cerita-cerita poro ,
berpikir tentang hal-hal yang cabul, dan kemudian membayangkan semua itu.
Sebaliknya, tindakan menjauhkan diri dari wanita atau segala sesuatu yang dapat
membangkitkan birahi, ataupun menghindarkan diri dari fantasi –fantasi seksual,
tentu dapat mencegah bergejolaknya naluri seksual. Sebab, naluri ini tidak
mungkin bergejolak, kecuali dengan sengaja dibangkitkan melalui fantasi-fantasi
seksual yang dihadirkan.
Dengan demikian, jika pandangan sekelompok orang
terhadap hubungan pria dan wanita didominasi oleh pandangan yang bersifat
seksual ( sebatas hubungan biologis antara lelaki dan perempuan) seperti yang
terjadi pada masyarakat Barat , maka tindakan menciptakan fakta-fakta yang
terindera dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi (fantasi-fantasi seksual)
merupakan tindakan yang lazim mereka lakukan. Tujuannya adalah demi
membangkitkan naluri seksual mereka sehingga naluri tersebut menuntut pemuasan.
Pemenuhan tersebut bisa dilakukan seperti yang mereka inginkan dari hubungan
semacam ini. Dengan cara demikianlah mereka mendapatkan ketenangan.
Sebaliknya, jika pandangan sekelompok orang terhadap
hubungan pria dan wanita dikuasai oleh suatu pandangan yang hanya memusatkan
diri pada tujuan penciptaan naluri ini, yaitu untuk melestarikan keturunan,
maka tindakan menjauhkan fakta-fakta dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi
dari pria ataupun wanita merupakan upaya yang harus dilakukan dalam kehidupan
umum. Dengan itu, diharapkan naluri ini tidak akan bergejolak, sehingga tidak
perlu menuntut adanya pemuasan yang tidak selalu bisa dihindari, serta dapat
mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Sementara itu, upaya untuk membatasi
fakta-fakta yang mengundang birahi yang hanya boleh ada untuk suami-istri,
merupakan tindakan yang harus dilakukan. Tujuannya adalah demi kelestarian
keturunan, terwujudnya ketenangan, dan terciptanya ketentraman ketika melakukan
pemuasan naluri. Dari sini,
tampak jelas, sampai sejauh mana pengaruh pandangan sekelompok orang terhadap
hubungan pria dan wanita dalam mengatur kehidupan berbagai kelompok dan
masyarakat umum.
Pandangan orang-orang Barat penganut idiologi
kapitalis dan orang-orang Timur penganut idiologi Komunis terhadap hubungan pria
dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan
untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, dengan terencana, mereka
sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang
mengundang hasrat seksual dihadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan
naluri seksual, semata-mata untuk dipenuhi. Mereka menganggap bahwa gejolak
naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia; baik
terhadap fisik, psikis, maupun akalnya, sampai pada tingkat yang mereka
dakwakan. Dari sini, kita bisa memahami, mengapa banyak komunitas masyarakat,
baik di Barat yang Kapitalis ataupun di Timur yang komunis, serta didalam
masyarakat di sana secara umum, selalu menciptakan pikiran-pikiran yang
mengundang hasrat seksual (fantasi-fantasi seksual); baik dalam cerita-cerita,
lagu-lagu, maupun berbagai karya mereka lainnya. Masyarakat di sana juga sudah
begitu terbiasa dengan gaya hidup campur baur antara pria dan wanita yang tidak
semestinya dirumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di
kolam-kolam renang, atau ditempat-tempat lainnya. Semua ini muncul karena
mereka menganggap tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan
penting. Mereka dengan sengaja mewujudkannya. Sebab, menurut mereka, tindakan
semacam itu merupakan bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.
Sementara itu, pandangan kaum Muslim, yaitu
orang-orang yang memeluk agama Islam serta benar-benar telah meyakini akidah
dan hukum Islam dengan kata lain, pandangan islam terhadap hubungan antara pria
dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan
keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual. Sekalipun Islam
mengakui bahwa pemenuhan hasrat seksual merupakan suatu hal yang pasti, tetapi bukan
hasrat seksual itu sendiri yang mengendalikan dorongan pemenuhan nya. Dalam
konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang
hasrat seksual pada sekelompok orang sebagai perkara yang dapat mendatangkan
marabahaya. Demikian pula fakta-fakta yang dapat membangkitkan nafsu biologis,
selalu akan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, Islam melarang pria dan
wanita berkhalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki
asing (non mahram), juga melarang setiap pria atau wanita memandang lawan
jenisnya dengan pandangan nafsu birahi. Islam juga telah membatasi kerjasama
yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum, serta
menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan
dalam dua keadaan, tidak lebih, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba
sahaya.
Walhasil, Islam mencegah segala hal yang dapat
membangkitkan nafsu seksual dalam kehidupan umum dan membatasi hubungan seksual
hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Sementara itu, sistem kapitalis dan
komunis justru berusaha mencipatakan segala hal yang dapat membangkitkan nafsu
seksual dengan tujuan agar dapat dinikmati secara bebas. Pada saat Islam
memandang hubungan pria dan wanita hanya sebatas untuk melestarikan keturunan,
maka sistem kapitalis dan sosialis memandangnya dengan pandangan yang bersifat
seksual semata, yakni sebatas sebagai hubungan dua lawan jenis antara seorang
laki-laki dan perempuan. Dua pandangan tersebut sangat jauh berbeda.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Islam dan kedua ideology itupun saling
bertolak belakang.
Dengan demikian, jelaslah betapa pandangan Islam dalam
konteks interaksi pria dan wanita dipenuhi dengan pandangan kesucian, kemuliaan
dan kehormatan diri disamping merupakan pandangan yang dapat mewujudkan
ketenangan hidup dan kelestarian keturunan manusia.
Sementara itu, prasangka orang-orang barat dan
orang-orang komunis yang menyatakan bahwa pengekangan naluri seksual pada pria
dan wanita akan mengakibatkan berbagai penyakit fisik, psikis maupun akal
adalah keliru dan hanya merupakan prasangka yang kontradiktif dengan fakta
sebenarnya. Sebab, memang ada perbedaan antara naluri manusia dan dorongan
kebutuhan jasmaninya dari segi pemenuhannya. Kebutuhan jasmani seperti makan,
minum, dan buang hajat menuntut pemenuhan secara pasti. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut, jika tidak dipenuhi, akan dapat mengakibatkan marabahaya yang dapat
mengantarkan manusia pada kematian. Sebaliknya, naluri manusia seperti naluri
untuk mempertahankan eksistensi diri, naluri beragama (religioustis), dan
naluri seksual tidak menuntut pemenuhan secara pasti. Naluri-naluri tersebut
jika tidak dipenuhi, tidak akan menimbulkan bahaya bagi fisik, psikis, maupun
akal manusia.; yang mungkin terjadi hanyalah kepedihan dan kegelisahan, tidak
lebih. Buktinya, bisa saja terjadi, orang yang seumur hidupnya tidak memenuhi
seluruh naluri tersebut, ternyata tidak mengalami bahaya apapun pada dirinya.
Dakwaan orang-orang barat dan orang-orang komunis
tentang akan munculnya berbagai gangguan atau penyakit penyakit fisik, psikis
maupun akal, ternyata juga tidak terjadi pada stiap orang ketika ia tidak
memelihara naluri seksualnya walaupun
mungkin terjadi pada individu-induvidu tertentu. Kenyataan ini menunjukan bahwa
akibat-akibat negatif tersebut, yang disebabkan oleh tidak dipenuhinya naluri
seksual, tidak terjadi secara alami sebagai fitrah manusia. Artiya dalam
konteks tersebut ada sebab-sebab lain, bukan karena factor pengekangan. Kalau
memang karena pengekangan, tentu akibat-akibat tersebut akan selalu
terjadi secara alami sebagai suatu fitrah bagi setiap manusia, setiap kali ada
pengekangan. Namun ternyata, hal tersebut tidak pernah terjadi.
Mereka pun sebenarnya mengakui bahwa akibat-akibat itu, secara fitrah, selalu
terjadi pada manusia sebagai akibat pengekangan terhadap naluri
seksualnya. Oleh karena itu, akibat-akibat yang terjadi pada individu-individu
tertentu pasti karena adanya sebab-sebab lain, bukan karena adanya pengekangan.
Ini dilihat dari satu segi. Dari segi lain,
sesungguhnya tuntutan kebutuhan jasmani muncul secara internal, bukan secara
eksternal atau karena pengaruh luar meskipun pengaruh luar itu bisa saja muncul
pada saat manusia merasakan adanya kebutuhan yang mendesak. Berbeda halnya
dengan naluri manusia. Naluri manusia sesungguhnya tidak akan menuntut
pemenuhan karena dorongan internalnya, jika tidak ada pengaruh eksternal.
Bahkan, dapat dikatakan, naluri manusia tidak akan bangkit jika hanya
mengandalkan pengaruh internal. Artinya, bangkitnya naluri manusia, seperti
naluri seksual ini, memang karena factor itu berupa fakta-fakta yang dapat
diindera ataupun pikiran-pikiran cabul yang dihadirkan. Jika tidak ada pengaruh
eksternal. Naluri tersebut tidak mungkin akan bangkit.
Kenyataan seperti ini berlaku pada seluruh jenis
naluri yang ada pada diri manusia; baik naluri untuk mempertahankan
diri, naluri beragama, maupun naluri seksual dengan segala
gejalanya. Jika di hadapan seseorang terdapat sesuatu yang dapat membangkitkan
salah satu nalurinya, niscaya akan muncul gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika
orang itu menjauhkan diri dari faktor-faktor yang dapat membangkitkan
nalurinya, atau mencari kesibukan yang dapat mengalihkan pengaruh tersebut,
maka tuntutan naluri akan pemenuhan itu bisa hilang dan manusia akan kembali
tenang. Hal ini berbeda dengan kebutuhan jasmani. Tuntutan dari pemenuhan
dorongan jasmani tidak akan hilang selama faktor-faktor yang memunculkan
dorongan tersebut tetap ada secara mutlak atau sampai tuntutannya dipenuhi.
Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa,
tidak terpenuhinya naluri seksual tidak akan sampai mengakibatkan penyakit
apapun; baik terhadap fisik, psikis, maupun akal. Sebab, naluri tidak sama
dengan dorongan kebutuhan jasmani. Segala sesuatu yang ada dihadapan seseorang
yang dapat membangkitkan naluri seksualnya, baik berbentuk fakta-fakta ataupun
fantasi- fantasi seksual, akan menyebabkan orang yang bersangkutan
merasakanadanya gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika tuntutan tersebut tidak
dipenuhi, akibatnya adalah munculnya kegelisahan. Kegelisahan yang
berulang-ulang akan menyebabkan kepedihan yang menyakitkan. Jika orang tadi
menjauhkan faktor-faktor yang membangkitkan naluri seksual atau mencari
kesibukan yang dapat mengalihkan dorongan naluri tersebut, niscaya kegelisahan
itu dengan sendirinya akan sirna. Atas dasar itu, upaya pengekangan terhadap
naluri seksual yang tengah bergejolak hanya akan mengakibatkan munculnya
kegelisahan, tidak lebih. Akan tetapi jika naluri seksual ini tidak muncul, maka
tidak akan mengakibatkan kegelisahan.
Dengan demikian, jalan keluar agar naluri seksual
tidak bangkit tentu saja dengan tidak berusaha memunculkannya, yakni
berusaha menjauhkan seluruh faktor yang dapat membangkitkannya agar tidak akan
ada dorongan yang menuntut pemenuhan.
Berdasarkan keterangan di atas, tampak jelas kesalahan
pandangan masyarakat Barat maupun masyarakat sosialis yang memandang hubungan
pria dan wanita sebatas hubungan seksual antara seorang lelaki dan seorang
perempuan saja. Tampak jelas pula kesalahan mereka dalam memecahkan
problematika ini. Mereka keliru ketika membangkitkan naluri ini pada
pria maupun pada wanita secara sengaja melalui pergaulan bebas
diantara keduanya; pertunjukan-pertunjukan tari, nyanyi, dan sejenisnya; serta berbagai
permainan, cerita-cerita, dan lain sebagainya.
Sebaliknya, kebenaran jelas tampak dalam pandangan
Islam . Islam menjadikan pandangan manusia terhadap hubungan pria dan wanita
lebih dipengaruhi oleh tujuan dari penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk
melangsungkan keturunan manusia. Tampak jelas pula kebenaran jalan
pemecahan Islam dalam persoalan ini, yaitu dengan menjauhkan segala
hal yang dapat membangkitkan naluri seksual; baik berbentuk fakta-fakta cabul
maupun pikiran-pikiran porno. Jika hal ini tidak mungkin untuk
dilakukan, syariat Islam telah memberikan jalan pemecahan yang lain, yaitu
melalui perkawinan atau pemilikan hamba sahaya. Islamlah satu-satunya yang
mampu mencegah akibat yang mungkin ditimbulkan dari naluri seksual berupa kerusakan
yang terjadi di masyarakat. Caranya adalah dengan pemecahan yang tepat dan
sempurna, yang akan menciptakan kemaslahatan dan kedamaian di tengah-tengah
masyarakat.
B. Pengaturan Hubungan
Pria – Wanita Dalam Islam
Islam adalah agama
rahmatan lil alamin. Keadilannya meliputi berbagai bidang. Termasuk hubungan
antara laki-laki dan perempuan, yang di dalam kajian fiqh dikenal sebagai bab
“Ahwalus Syahsiyah”. Namun demikian banyak nash-nash Syar’i yang sering
dituding memihak laki-laki dan menempatkan wanita dalam posisi lemah. Untuk mengetahui bagaimana konsep
Islam dalam mengatur pergaulan,
harus diketahui terlebih
dahulu beberapa konsep
dasar dalam Islam yang secara langsung atau tidak
langsung ada
kaitannya dengan pergaulan. Beberapa konsep tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Menundukkan pandangan:
Untuk mereka
yang belum sanggup nikah harus selalu memelihara diri dari perbuatan
dosa, ALLAH memerintahkan kaum
lelaki untuk menundukkan
pandangannya, sebagaimana firmannya;
Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan
memelihara kemaluannya. (an- Nuur: 30)
Sebagaimana
hal ini
juga diperintahkan kepada kaum wanita
beriman,
ALLAH berfirman;
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (an- Nuur: 31)
2.
Menutup Aurat:
ALLAH
berfirman; dan jangan lah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
melabuhkan kain tudung ke dadanya. (an-Nuur: 31)
Juga
Firman-NYA; Hai
nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri- isteri orang
mukmin: Hendaklah mereka melabuhkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, kerana itu mereka tidak diganggu. Dan
ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (an-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi semua jenis. Dari Abu
Daud Said al-Khudri r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang lelaki memandang aurat wanita, begitu juga
dengan
wanita jangan melihat aurat lelaki.
3.
Adanya pembatas antara lelaki dengan wanita;
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum
yang berbeda jenis, harus disampaikan dari
balik tabir pembatas. Sebagaimana firman-NYA;
Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab.
(al-Ahzaab: 53)
4.
Tidak berdua-duaan Di Antara Lelaki Dan Perempuan;
Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang syubhat (yang meragukan status hukumnya), agar
tidak jatuh dalam kemaksiyatan, seperti tercantum dalam banyak hadits. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan
wanita kecuali bersama mahramnya. (Hadis Riwayat Bukhari &
Muslim) Dari Jabir bin Samurah
berkata; Rasulullah
SAW bersabda: Janganlah
salah
seorang dari
kalian
berdua-duan dengan
seorang
wanita,
kerana syaitan
akan menjadi
ketiganya.
(Hadis Riwayat
Ahmad
& Tirmidzi
dengan sanad yang sahih)
Islam membolehkan laki-laki dan wanita bukan muhrim (orang
yang
haram dikawini) berkumpul
dan berinteraksi di tempat-tempat umum, seperti jalan, masjid, kebun-kebun umum
(tempat
rekreasi) dan lain-lain untuk tujuan yang
diperbolehkan syara’ dan memang
memerlukan interaksi,
misalnya
shalat berjama’ah (di masjid), menunaikan ibadah haji dan sebagainya. Sedangkan di tempat-tempat khusus, seperti rumah pribadi,
mobil pribadi dan lain-lain Islam mengharamkan.
5.
Tidak Melunakkan Ucapan (Percakapan):
Seorang wanita dilarang melunakkan ucapannya
ketika berbicara selain kepada suaminya.
Firman
ALLAH SWT;
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (berkata-kata yang
menggoda) sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit di dalam hatinya tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik. (al- Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir; Ini adalah
beberapa etika
yang diperintahkan
oleh ALLAH kepada para
isteri Rasulullah SAW
serta kepada para wanita mukminah lainnya, yaitu hendaklah dia kalau
berbicara dengan orang lain tanpa suara merdu, dalam
pengertian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu Kathir
3/350)
6.
Tidak Menyentuh Kaum
Berlawanan Jenis;
Dari Maqil bin
Yasar r.a. berkata; Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik daripada menyentuh kaum wanita yang tidak halal baginnya.
(Hadis Hasan Riwayat Thabrani dalam Mujam Kabir) Berkata Syaikh
al-Abani Rahimahullah; Dalam hadis ini terdapat ancaman keras terhadap orang- orang yang
menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (Ash-Shohihah 1/448) Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain- lainnya. Dari
Aishah berkata; Demi ALLAH, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat. (Hadis Riwayat Bukhari)
C. Kondisi Objek Pergaulan
Pria – Wanita Masa Kini
Kondisi
pergaulan remaja saat ini semakin berkembang, dari yang baik sampai yang
buruk, dan banyak yang bilang bila
pergaulan remaja saat ini sudah sangat jauh berubah dibanding pada masa-masa
sepuluh tahun silam, dan remaja sekarang lebih mampu berekspresi pada emosi dan
mengungkapkan perasaan tanpa sembunyi-sembunyi dan malu seperti dulu.
Salah satu
potret pergaulan remaja kini bisa kita ambil contoh pada fenomena Alay. Kendati
awalnya terasa lucu, fenomena alay belakangan cenderung mengkhawatirkan. alay,
apa sih? Istilah yang satu ini bukan tiba-tiba saja muncul. Alay kependekan
dari anak layangan. Tapi dalam perkembangannya, terutama di ranah
internet–sebut saja jejaring sosial, ciri-ciri seseorang disebut alay sudah
makin melebar bahkan dianggap sebagai suatu trendsetter. Namun pada intinya sih
sama, alay ditujukan bagi mereka yang dianggap kampungan, norak, dan lebay.
Tapi juga meluas pada cara berpakaian, sampai cara menulis yang ajaib seperti
alay.
Ini
sebetulnya tidak terlepas dari proses pencarian jati diri semata. Dengan
membebaskan perasaan dan isi hati, mereka juga mengharapkan kebebasan dan
ketenangan jiwa. Bila dikekang, mereka nampak begitu sedih dan terkekang.Tapi
bila pergaulan terlalu dibebaskan, juga sangat mengkuatirkan. Yang penting
berkomunikasi dan terarah. Bilamana sang remaja masih mampu berkomunikasi
dengan keluarga dan orang tua, maka bimbingan untuk pergaulan pun dapat
tersampaikan. Informasi tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan dengan
teman-teman dan apa efek dari apa yang mereka lalukan dan perbuat juga perlu
dikomunikasikan.
Dibawah ini
ada beberapa faktor yang dapat mempegaruhi pergaulan remaja, yaitu :
- Keluarga/orang
tua
Peran
keluarga amatlah penting dalam memberikan pengarahan, karena orag tua itu sangat besar pengaruhnya
terhadap pergaulan anaknya. Jika orang tuanya mengajarkan yang baik-baik,
misalnya tatakrama, pengetahuan agama, sopan santun, dll maka anak tersebut
akan nenerapkan juga di lingkungan luarnya dan ia pun mencari pergaulan yang hampir sama dengan
lingkungan keluarganya. Sedangkan sebaliknya jika orang tua mengajarkan yang
tidak baik kepada anaknya maka anaknya tersebut akan terpengaruh dan mengikuti
orang tuanya yaitu berprilaku buruk karena ada pepatah bilang “ buah itu jatuh
tidak jauh dari pohonya “, oleh karena itu jika orang tuanya baik anaknya pun
akan baik dan begitu sebaiknya. Tetapi walaupun perhatian keluarga/ orang tua
sangat penting, orang tua pun terlalu keras terhadap anaknya karena dengan
begitu mungkin anak pun akan jenuh dengan perhatian orang tua yang berlebiha
dan mungkin agak keras jadi sebaiknya keluarga / orang tua memberikan perhatian
yang wajar-wajar saja tidak berlebihan tetapi juga tidak membebaskan pergaulan
anak remajanya., (adanya umpan timbal balik , yaitu dimana jika orang tua
memberikan kasih sayang maka anaknya pun akan memberikan kasih sayang kepada
orang tuanya )
- Lingkungan
Lingkungan
dalam pergaulan remaja ini pun tak kalah pentingya dengan keluarga, jika remaja
tersebut tinggal dan bergaul di lingkungan yang buruk maka ia akan terbawa
buruk juga misalnya remaja tersebut hidup di lingkungan yang kebanyakan orang
–orangnya selalu berbuat yang tidak baik misalnya berjudi berpakaian seksi bisa
jadi anaknya tersebut akan terpengaruh pergaulan yang seperti itu akan tetapi
sebaliknya jika anak tersebut tinggal dan bergaul di lingkungan yang baik maka
anak tersebut secara tidak langsung akan mengikuti prilaku terbaik tersebut.
- Spiritual
Pendidikan
spiritual seharusnya di tanamkan kepada para remaja sejak dini agar tercipta
suatu remaja yang berahklak dan berbudi luhur baik, karena remaja yang
berakhlak akan membuat moral remaja tersebut menjadi baik dan remaja tersebut
mempunyai pegangan dalam hidupnya, karena suatu agama adalah pegangan bagi
manusia di dunia ini. Jika seorang remaja tidak pernah menanamkan keagamaan
dalam kehidupannya remaja tersebut akan terjerumus ke dalam pegaulan bebas
karena ia tidak punya pegangan dalam hidupnya, keagamaan tersebut bisa di dapat
dari keluarga, lingkungan, dan kehidupa
sehari-harinya.
Dari ke
ketiga faktor diatas kita dapat melihat dampak-dampak sosialnya bagi remaja
yaitu dimana jika seorang remaja berada di keluarga yang baik yaitu mengajarkan
tentang tatakrama dalam bergaul, di lingkungan yang didalamnya rata-rata
terdapat masyarakat yang baik yaitu masyarakat yang dapat memberikan contoh
yang baik bagi remaja-remaja di sekitarnya,dan spiritual yang mendalam dapat
membuat seorang remaja menjadi remaja yang berakhlak dan berbudi luhur. Akan
tetapi sebaliknya jika seorang remaja tersebut berada di keluarga, lingkungan ,
dan spiritual yang tidak baik maka remaja tersebut bisa terjerumus ke kesulitan. Umumnya masyarakat berada dalam kondisi ifrath (berlebihan) dan tafrith
(mengabaikan). Jarang sekali kita temukan sikap tawassuth (pertengahan) yang
merupakan salah satu keistimewaan dan kecemerlangan manhaj Islam dan umat
Islam.
Sikap
demikian juga sama ketika mereka memandang masalah pergaulan wanita muslimah di
tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, ada dua golongan masyarakat yang
saling bertentangan dan menzhalimi kaum wanita. Dalam pergaulan bebas dan
seorang remaja tersebut tidak akan mempunyai pegangan dalam hidupnya.
Pertama,
golongan yang kebarat-baratan yang menghendaki wanita muslimah mengikuti
tradisi Barat yang bebas tetapi merusak nilai-nilai agama dan menjauh dari
fitrah yang lurus serta jalan yang sesat. Mereka jauh dari Allah yang telah
mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya untuk menjelaskan dan
menyeru manusia kepada-Nya.
Mereka
menghendaki wanita muslimah mengikuti tata kehidupan wanita Barat “sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta” sebagaimana yang digambarkan oleh hadits
Nabi, sehingga andai kata
wanita-wanita Barat itu masuk ke lubang biawak niscaya wanita muslimah pun
mengikuti di belakangnya. Sekalipun lubang biawak tersebut melingkar-lingkar,
sempit, dan pengap, wanita muslimah itu akan tetap merayapinya. Dari sinilah
lahir “solidaritas” baru yang lebih dipopulerkan dengan istilah “solidaritas
lubang biawak.”
Mereka
melupakan apa yang dikeluhkan wanita Barat sekarang serta akibat buruk yang
ditimbulkan oleh pergaulan bebas itu, baik terhadap wanita maupun laki-laki,
keluarga, dan masyarakat. Mereka sumbat telinga mereka dari kritikan-kritikan
orang yang menentangnya yang datang silih berganti dari seluruh penjuru dunia,
termasuk dari Barat sendiri. Mereka tutup telinga mereka dari fatwa para ulama,
pengarang, kaum intelektual, dan para muslihin yang mengkhawatirkan kerusakan
yang ditimbulkan peradaban Barat, terutama jika semua ikatan dalam pergaulan
antara laki-laki dan perempuan benar-benar terlepas. Mereka lupa bahwa
tiap-tiap umat memiliki kepribadian sendiri yang dibentuk oleh aqidah dan
pandangannya terhadap alam semesta, kehidupan, Tuhan, nilai-nilai agama,
warisan budaya, dan tradisi. Tidak boleh suatu masyarakat melampaui tatanan
suatu masyarakat lain.
Kedua,
golongan yang mengharuskan kaum wanita mengikuti tradisi dan kebudayaan lain,
yaitu tradisi Timur, bukan tradisi Barat. Walaupun dalam banyak hal mereka
telah dicelup oleh pengetahuan agama, tradisi mereka tampak lebih kokoh dari pada agamanya. Termasuk dalam hal wanita, mereka memandang rendah dan
sering berburuk sangka kepada wanita.
Bagaimanapun,
pandangan-pandangan di atas bertentangan dengan pemikiran-pemikiran lain yang
mengacu pada Al-Qur’anul Karim dan petunjuk Nabi SAW serta sikap dan pandangan
para sahabat yang merupakan generasi muslim terbaik. Ingin saya katakan di sini
bahwa istilah ikhtilath (percampuran) dalam lapangan pergaulan antara laki-laki
dengan perempuan merupakan istilah asing yang dimasukkan dalam “Kamus Islam.”
Istilah ini tidak dikenal dalam peradaban kita selama berabad-abad yang silam,
dan baru dikenal pada zaman sekarang ini saja. Tampaknya ini merupakan
terjemahan dari kata asing yang punya konotasi tidak menyenangkan terhadap
perasaan umat Islam. Barangkali lebih baik bila digunakan istilah liqa’
(perjumpaan), muqabalah (pertemuan), atau musyarakrah (persekutuan) laki-laki
dengan perempuan.
Tetapi
bagaimanapun juga, Islam tidak menetapkan hukum secara umum mengenai masalah
ini. Islam justru memperhatikannya dengan melihat tujuan atau kemaslahatan yang
hendak diwujudkannya, atau bahaya yang dikhawatirkannya, gambarannya, dan
syarat-syarat yang harus dipenuhinya, atau lainnya. Sebaik-baik petunjuk dalam
masalah ini ialah petunjuk Nabi Muhammad SAW, petunjuk khalifah-khalifahnya
yang lurus, dan sahabat-sahabatnya yang terpimpin. Orang yang mau memperhatikan
petunjuk ini, niscaya ia akan tahu bahwa kaum wanita tidak pernah dipenjara
atau diisolasi seperti yang terjadi pada zaman kemunduran umat Islam.
D.
Dampak
Etika Pergaulan Diabaikan
Kita tentu tahu bahwa pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku
menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma
ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di
lingkungan maupun dari media massa. Remaja adalah individu labil yang emosinya
rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga,
kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas
membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan
bangsa.
Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.
Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.
Akibat yang ditimbulkan remaja masa kini melakukan hubungan seks secara
bebas merupakan akibat pertama dari pergaulan bebas yang merupakan lingkaran
setan yang tidak ada putusnya dengan berbagai akibat di berbagai bidang antara
lain di bidang sosial, agama dan kesehatan sebagai berikut.
a.
Dalam seks bebas
terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan yakni berkurangnya iman si penzina,
hilangnya sikap menjaga diri dari dosa, buruk kepribadian dan hilangnya rasa
cemburu.
b.
Seks bebas
menghilangkan rasa malu, padahal dalam agama malu merupakan suatu hal yang amat
ditekankan dan dianggap perhiasan yang sangat indah khususnya bagi wanita.
c.
Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
d.
Membuat hati
menjadi gelap dan mematikan sinarnya
e.
Menjadikan
pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian sehingga tidak pernah
merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
f.
Pelaku seks bebas
akan dipandang oleh manusia dengan pandangan muak dan tidak percaya.
g.
Zina mengeluarkan
bau busuk yang mampu dicium oleh orang-orang yang memiliki ‘qalbun salim’ (hati
yang bersih) melalui mulut atau badannya.
h.
Apa yang didapatkan
para pelaku seks bebas dalam kehidupan ini adalah sebaliknya dari apa yang diinginkannya. Ini adalah karena, orang yang mencari
kenikmatan hidup dengan cara bermaksiat maka Tuhan akan memberikan yang
sebaliknya dari apa yang dia inginkan, dan Tuhan tidak menjadikan maksiat
sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
i.
Perzinaan menyeret
kepada terputusnya hubungan silaturrahim, durhaka kepada orang tua, berbuat
zalim, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunan. Bahkan boleh membawa kepada
pertumpahan darah dan perdukunan serta dosa-dosa besar yang lain. Seks bebas
biasanya berkait dengan dosa dan maksiat yang lain sebelum atau bila berlakunya
dan selepas itu biasanya akan melahirkan kemaksiatan yang lain pula.
E.
ETIKA
BERPENAMPILAN SESUAI SYAR’I
1.
Kebersihan badan adalah kuncinya.
Sudah
seharusnya seorang wanita menjaga kebersihan badannya dengan mandi. Dari Abu
Hurairah radhiyallau ‘anhu, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan).
“Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan).
Mandi
dapat menghilangkan kotoran sehingga menjauhkan seorang muslimah dari penyakit
dan menjaga agar badannya tidak bau. Sehingga ia pun akan menjadi dekat dengan orang-orang
disekitarnya.
Hendaklah
seorang wanita juga menjaga hal-hal yang termasuk fitrah yaitu memotong kuku
dan memelihara kebersihannya agar tidak panjang atau kotor. Kuku yang panjang
akan tampak buruk dipandang, menyebabkan menumpuknya kotoran di bawah kuku dan
mengurangi kegesitan pemiliknya dalam bekerja.
Hal lain yang termasuk fitrah adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan. Hal ini sangat dianjurkan dalam Islam, selain dapat menjaga kebersihan dan keindahan tubuh seorang muslimah. Oleh karenanya, seorang muslimah hendaknya tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR. Bukhari Muslim)
Hal lain yang termasuk fitrah adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan. Hal ini sangat dianjurkan dalam Islam, selain dapat menjaga kebersihan dan keindahan tubuh seorang muslimah. Oleh karenanya, seorang muslimah hendaknya tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR. Bukhari Muslim)
2.
Perhatikanlah mulut karena dengannya engkau berdzikir
dan berbicara kepada manusia.
Wanita
muslimah hendaknya selalu menjaga kebersihan mulutnya dengan cara membersihkan
giginya dengan siwak atau sikat gigi dan alat pembersih lain jika tidak ada
siwak. Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan dan lebih ditekankan lagi
ketika hendak berwudhu’, akan shalat, akan membaca Al Qur’an, masuk ke dalam
rumah dan bangun malam ketika hendak shalat tahajjud. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya tidak memberatkan umatku,
niscaya aku akan memerintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali akan
shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, hendaknya seorang muslimah menjaga mulutnya dari bau yang tidak sedap.
“Barangsiapa yang makan bawang merah dan bawang putih serta kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami.” (HR. Muslim)
Selain itu, hendaknya seorang muslimah menjaga mulutnya dari bau yang tidak sedap.
“Barangsiapa yang makan bawang merah dan bawang putih serta kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami.” (HR. Muslim)
Karena
bau yang tidak sedap mengganggu malaikat dan orang-orang yang hadir di dalam
masjid serta mengurangi konsentrasi dalam berdzkikir. Maka hendaknya seorang
muslimah juga menjaga bau mulutnya di mana pun ia berada.
3.
Rawatlah keindahan mahkotamu.
Sudah
seharusnya seorang muslimah menjaga keindahan rambutnya karena rambut merupakan
mahkota seorang wanita. Dan hendaknya dia menjaga kebersihan, menyisir,
merapikan dan memperindah bentuknya.
“Barangsiapa yang memiliki rambut
maka hendaklah dia memuliakannya.” (HR. Abu Dawud)
4.
Kebersihan pakaian tidak pantas diabaikan.
Islam
menyukai orang yang menjaga kebersihan pakaiannya dan tidak menyukai orang yang
berpakaian kotor padahal ia mampu mencuci dan membersihkannya. Dari Jabir radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengunjungi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian
kotor,maka beliau pun bersabda,“Orang ini tidak mempunyai sabun yang dapat
digunakan untuk mencuci pakaiannya.” (HR. Imam Ahmad dan Nasa’i).
Jika petunjuk nabi ini ditujukan pada laki-laki, maka terlebih lagi pada wanita karena ia memegang peranan penting dalam rumah tangganya.
Jika petunjuk nabi ini ditujukan pada laki-laki, maka terlebih lagi pada wanita karena ia memegang peranan penting dalam rumah tangganya.
5.
Perbaikilah penampilan.
Hendaklah
seorang muslimah memperbaiki penampilannya untuk menampakkan nikmat Allah yang telah
diberikan kepadanya.“Sesungguhnya Allah senang melihat tanda nikmat yang
diberikan kepada hamba-hambaNya.” (HR. Tirmidzi dan Hakim) Seorang muslimah
diperbolehkan untuk menghiasi dirinya dengan hal-hal yang mubah misalnya
mengenakan sutra dan emas, mutiara dan berbagai jenis batu permata, celak,
menggunakan inai (pacar) pada kuku dan menyemir rambut yang beruban,
menggunakan kosmetik alami atau kosmetik yang tidak mengandung zat berbahaya
dengan tidak berlebihan. Dan tentu saja berhias di sini bukanlah dengan maksud
mempercantik diri di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Hal
yang dapat membantu memperbaiki penampilan seorang muslimah adalah memakan
makanan yang bergizi serta tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raf: 31)
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raf: 31)
Selain itu juga rajin berolahraga
dapat bermanfaat untuk menjaga stamina dan keindahan tubuh serta mempercantik
kulit seorang muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan teladan yang baik dalam hal ini, beliau pernah mengajak ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha untuk lomba lari (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Thabrani)
6.
Janganlah tabarruj (Bersolek)
Berhias
bagi wanita ada 3 macam, yaitu berhias untuk suami, berhias di depan wanita dan
lelaki mahram (orang yang haram dinikahi), dan berhias di depan lelaki bukan
mahram. Berhias untuk suami hukumnya dianjurkan dan tidak memiliki batasan.
Berhias di hadapan wanita dan lelaki mahram dibolehkan tetapi dengan batasan
tidak menampakkan aurat dan boleh menampakkan perhiasan yang melekat pada
selain aurat. Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga
lutut[*] sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh
kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki. Berhias di depan
lelaki bukan mahram hukumnya haram dan inilah yang disebut dengan tabarruj.
[*] Demikianlah pendapat banyak ulama. Namun menurut Syaikh Al Albani, pendapat ini tidak ada dalilnya, sehingga aurat di depan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram.
[*] Demikianlah pendapat banyak ulama. Namun menurut Syaikh Al Albani, pendapat ini tidak ada dalilnya, sehingga aurat di depan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram.
7.
Jauhilah cara berhias yang dilarang oleh Islam.
Tidak diperbolehkan untuk berhias dengan
cara yang dilarang oleh Islam, yaitu:
a. Memotong
rambut di atas pundak karena menyerupai laki-laki, kecuali dalam kondisi darurat. “Aku
terbebas dari wanita yang menggundul rambut kepalanya, berteriak dengan suara
keras dan merobek-robek pakaiannya (ketika mendapat musibah) .”( HR .Muslim
)
b. Menyambung rambut. “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dengan
rambut lain dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung. ”(HR.Bukhari
Muslim).
c.
Menghilangkan sebagian atau
seluruh alis. Tertera dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallau
‘anhu berkata, “Allah melaknat wanita yang mentato bagian-bagian dari
tubuh dan wanita yang meminta untuk ditato, wanita yang mencukur seluruh atau
sebagian alisnya dan wanita yang meminta untuk dicukur alisnya, dan wanita yang
mengikir sela-sela gigi depannya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah ‘AzzawaJalla.”
d. Mengikir
sela-sela gigi, yaitu mengikir sela-sela gigi dengan alat kikir sehingga
membentuk sedikit kerenggangan untuk tujuan mempercantik diri.
e. Mentato
bagian tubuhnya.
f. Menyemir
rambut dengan warna hitam.“Pada akhir zaman akan ada suatu kaum yang
mewarnai (rambutnya) dengan warna hitam seperti dada burung merpati, mereka
tidak akan mencium baunya surga.” (Shahih Jami’ush Shaghir no.
8153)
- Berhati
- hati
dalam memilih
cara berhias.
Sesungguhnya
cara berhias sangatlah banyak dan beragam. Hendaknya seorang muslimah
berhati-hati dalam memilih cara berhias, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak
boleh menyerupai laki-laki. “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat seorang wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Abu Daud)
b. Tidak
boleh menyerupai orang kafir. “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
mereka. ”(HR.Ahmad dan Abu Daud)
c. Tidak
boleh berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup misalnya tatto dan
tidak mengubah ciptaan Allah misalnya operasi plastik. Hal ini disebabkan
termasuk hasutan setan sebagaimana diceritakan oleh Allah,
“Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah dan mereka pun benar-benar melakukannya. ”(Qs. An Nisa: 119)
“Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah dan mereka pun benar-benar melakukannya. ”(Qs. An Nisa: 119)
d. Tidak
berbahaya bagi tubuh.
e. Tidak
menghalangi air untuk bersuci kekulit atau rambut.
f.
Tidak mengandung pemborosan
atau membuang-buanguang.
g. Tidak
membuang-buang waktu sehingga kewajiban lain terlalaikan.
h. Penggunaannya
jangan sampai membuat wanita sombong, takabur, membanggakan diri dan tinggi hati
dihadapan orang lain.
- Wanita santun lebih baik
dari pada wanita pesolek.
Kita tahu banyak wanita yang berdandan
secara berlebihan dan bepergian keluar rumah tanpa mengenal batas waktu dengan
mengatasnamakan ‘Inilah rupa kemajuan dan modernitas’.
Sesungguhnya kemajuan dan modernitas
bukanlah dengan menentang perintah dan larangan Allah. Ketahuilah Allah Maha
Tahu apa yang baik dan buruk untuk hambaNya. Mengikuti kemajuan adalah
mengambil hal-hal bermanfaat yang dapat memajukan umat dan membantu kita untuk
hidup lebih baik. Dan kita harus memandangnya dari kaca mata kebenaran. Kita
mengambil hal-hal yang sesuai tuntunan Islam dan meninggalkan hal-hal yang
bertentangan dengan Islam.
Jauhilah berhias yang dilarang oleh syari’at, wahai saudariku. Sungguh wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang berlebihan sebenarnya dia melemparkan dirinya ke dalam api neraka. Sedangkan wanita yang menghiasi jiwanya dengan kesantunan dan berhias sesuai tuntunan Islam adalah wanita yang menempatkan dirinya pada tempat yang mulia.
Jauhilah berhias yang dilarang oleh syari’at, wahai saudariku. Sungguh wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang berlebihan sebenarnya dia melemparkan dirinya ke dalam api neraka. Sedangkan wanita yang menghiasi jiwanya dengan kesantunan dan berhias sesuai tuntunan Islam adalah wanita yang menempatkan dirinya pada tempat yang mulia.
- Pakaian yang
dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:
a.
Menutup aurat
b.
Tidak terbuat dari emas
atau sutera Larangan
ini berdasarkan hadits:
Diriwayatkan
dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami
dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda
memerintahkan kami menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang
bersin, menunaikan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi
undangan dan memberi salam. Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin
emas, minum dengan bekas minuman dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan
Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan
sutera halus.” [HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi,
an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad,
CD Al-Bayan 1212].
c.
Tidak menyerupai pakaian wanita
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk
berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku
termasuk berpakaian seperti laki-laki.
d.
Tidak menyerupai orang-orang
kafir.
Menyerupai
orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun
muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun
pandangan hidup.
Bagi
seorang laki-laki pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam rumah,
di luar rumah, di hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam
menjadikan pandangan manusia terhadap hubungan pria dan wanita lebih
dipengaruhi oleh tujuan dari penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk
melangsungkan keturunan manusia. Islam Adalah
Agama Rahmatan Lil Alamin. Keadilannya Meliputi Berbagai Bidang. Termasuk
Hubungan Antara Laki-laki Dan Perempuan, Yang Di Dalam Kajian Fiqh Dikenal
Sebagai Bab “Ahwalus Syahsiyah”.
•
Menundukkan Pandangan
•
Menutup Aurat
•
Adanya Pembatas Antara Lelaki
Dengan Wanita
•
Tidak Berdua-duaan Di Antara
Lelaki Dan Perempuan
•
Tidak Melunakkan Ucapan
(Percakapan)
•
Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan
Jenis
B. Saran
Agar kita harus senantiasa membaca dan mempelajari Al-Q ur’an
dan hadist tentang etika pergaulan yang baik.Sehingga kita dapat mengetahui dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Saran
penulis adalah kita harus memiliki suatu batasan – batasan tentang hidup
khususnya dalam pergaulan.Supaya kita dapat bergaul sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh agama. Dan agar mengetahui informasi
tentang akibat pergaulan bebas sedini mungkin agar kita tidak terjerumus pada
pergaulan bebas yang dapat merusak moral kita sebagai umat muslim.Hendaklah
kita selalu menjaga diri kita dari ligkungan yang tidak benar, karena sudah
dijelaskan bahwa pergaulan itu dapat merusak moral kita.
DAFTAR PUSTAKA
Sr, Karla, lina. 2010. Panduan Menjadi Remaja Percaya Diri. Jakarta : Nobel Edumedia
Jaeni, Ahmad. 2008. Adab Bergaul. Yogyakarta : Insan Madani
Saami, Amal. Ummu Mahmud Al- Asymuni. Shafa’jalal.
2010. Panduan Etika Muslimah Sehari –
hari. Surabaya : Pustaka eLBA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment