Friday, June 6, 2014


MAKALAH
ETIKA PERGAULAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
Mata Kuliah SPAI
Dosen: Ani Nuraeni M.Pd



Oleh:


Nurhaya Abaita (116223111)

Semester: 6/C


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP MUHAMMADYAH KUNINGAN
JL. Raya Cigugur No. 28 Kuningan – Jawa Barat  45511 Tlp./Fax. (0232) 874085
2014


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PERGAULAN” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah SPAI.
Dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima Dosen mata kuliah SPAI dan teman-teman yang banyak membantu dengan saran dan kritiknya serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini,  kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyajian makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun, umumnya bagi pembaca.


Kuningan, November 2013



                                                                                                      Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------     i
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------    ii
BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------    1
A.  Latar Belakang ---------------------------------------------------------    1
B. Rumusan Masalah ------------------------------------------------------    1
C. Tujuan Penulisan --------------------------------------------------------    1

BAB II PEMBAHASAN  ---------------------------------------------------------    2
A.  Pandangan Terhadap Hubungan Pria - Wanita --------------------------    3
B. Pengaturan Hubungan Pria – Wanita Dalam Islam-----------------------    9
C. Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini --------------------    11
D. Dampak Etika Pergaulan Diabaikan  -----------------------------------    15
E. Etika Berpenampilan Sesuai Syar’i -------------------------------------    16

BAB III PENUTUP ---------------------------------------------------------------  22
            A. KESIMPULAN  ------------------------------------------------------------------- 22
            B. SARAN  ----------------------------------------------------------------------------  22
DAFTAR PUSTAKA  ------------------------------------------------------------  23
LAMPIIRAN - LAMPIRAN  -----------------------------------------------------  24






BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

           Pergaulan yang berarti hidup bermasyarakat perlu latihan sejak dini, bahkan sejak seseorang mengenal orang lain di luar dirinya sendiri. Sejak usia anak-anak hingga menjadi orang dewasa, bahkan orang tua sekalipun dalam kehidupannya tidak lepas dari apa yang disebut dengan pergaulan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan, yaitu kemungkinan diterima secara baik atau ditolak oleh kelompok, lingkungan, bahkan di dalam masyarakat luas pada umumnya. Jika seseorang di dalam bergaul dapat diterima dengan baik di dalam komunitasnya, maka seseorang itu akan lebih percaya diri, timbul semangat untuk lebih berkarya dan berprestasi. Harga diri akan meningkat dengan sendirinya. Penghargaan demi penghargaan akan diperoleh dan kepercayaan akan terus meningkat yang datang dari komunitasnya. Meskipun demikian diperlukan pengendalian diri dengan selalu mendekatkan diri kepasa Tuhan Yang Maha Esa seraya memohon petunjukNya agar selalu diberikan bimbingan ke arah yang lebih baik.

           Lingkungan masyarakat merupakan barometer/tolak ukur seseorang, apakah sikap, tutur kata dan perilaku seseorang dapat diterima oleh masyarakat luas atau tidak sesuai dengan norma dan tata nilai di dalam masyarakat itu sendiri.

           Keterampilan bergaul dapat dilihat sejak kanak-kanak hingga dewasa. Ketika masih kanak-kanak seseorang suka berkenalan dengan cara yang paling sederhana, yaitu tersenyum dan menyapa kawan-kawan yang baru dijumpainya.  Ini merupakan awal terbentuknya rasa percaya diri dengan dunia pergaulan dilingkungannya yaitu dunia anak. Sampai saatnya seseorang memasuki dunia remaja dan dewasa, untuk belajar sesuai dengan usianya, karena pergaulan akan membawa kesuksesan di masa yang akan datang.





B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Pandangan Terhadap Hubungan Pria – Wanita ?
2.      Bagaimana Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Islam ?
3.      Bagaimana Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini ?
4.      Apa Dampak Etika Pergaulan diabaikan ?
5.      Seperti Apa Berpenampilan Sesuai Syariah Islam ?

C.     Tujuan

1.      Mengetahui  Pandangan Terhadap Hubungan Pria – Wanita.
2.      Mengenal Pengaturan Hubungan Pria dan Wanita dalam Islam
3.      Mengetahui Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini
4.      Mengetahui Dampak Etika Pergaulan diabaikan
5.      Mengetahui Apa Berpenampilan Sesuai Syariah Islam.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pandangan Terhadap Hubungan Pria-Wanita 
Jika naluri seorang manusia bergejolak, sudah barang tentu membutuhkan adanya pemuasan. Sebaliknya, jika naluri manusia tidak bergejolak, tentu tidak perlu adanya pemuasan. Pada saat naluri menuntut adanya pemuasan, naluri itu akan mendorong seseorang untuk memenuhinya. Jika ia belum berhasil memenuhinya yakni selama naluri tersebut masih terus bergejolak maka yang timbul adalah keglisahan. Baru setelah gejolak naluri tersebut reda akan hilanglah rasa gelisah itu. Naluri yang tidak terpenuhi memang tidak sampai mengantarkan seseorang pada kematian, tidak juga menyebabkan gangguan fisik , jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak terpenuhi hanya akan mengakibatkan kegelisahan dan kepedihan yang menyakitkan. Dari fakta ini, dapat dipahami bahwa pemenuhan yang mutlak harus ada sebagaimana pemenuhan atas dorongan kebutuhan jasmani. Pemenuhan gejolak naluri tidak lain merupakan upaya untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman. Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam:
1.      fakta yang dapat diindra
2.      pikiran-pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayang-bayang) tertentu.
Jika salah satu dari kedua factor itu ada, naluri manusia tidak akan bergejolak. Sebab, gejolak naluri bukan berasal dari factor-faktor internal, sebagaimana halnya dorongan kebutuhan jasmani, melainkan karena factor-faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang dihadirkan. Kenyataan ini sesuai dan berlaku untuk semua macam naluri yang ada pada diri manusia, yaitu: naluri untuk menjaga eksistensi diri (gharizah al-baqa’), naluri beragama/religiousitas (gharizah at-tadayyun), dan naluri seksual untuk melanjutkan keturunan (gharizah an-nau’). Antara yang satu dengan yang lainnya tidak ada perbedaan.
Naluri manusia untuk melanjutkan keturunan (naluri seksual) , sebagaimana kedua jenis naluri lainnya, menuntut suatu pemuasan ketika bergejolak. Akan tetapi, ketiga naluri tersebut sama-sama tidak akan bergejolak, kecuali karena adanya fakta yang dapat diindera atau adanya pikiran-pikiran yang sengaja dihadiran. Oleh karena itu, pemenuhan naluri seksual sesungguhnya merupakan perkara yang dapat diatur oleh manusia. Manusia bahkan dapat mengatur kemunculannya. Manusia juga dapat mencegah munculnya berbagai gejala dari naluri ini, kecuali gejala yang mengarah pada tujuan untuk melestarikan keturunan.
Melihat wanita atau fakta-fakta yang menggugah birahi, misalnya, tentu akan membangkitkan naluri seksual sehingga akan melahirkan tuntutan pemuasan. Demikian pula mendengarkan atau membaca cerita-cerita poro , berpikir tentang hal-hal yang cabul, dan kemudian membayangkan semua itu. Sebaliknya, tindakan menjauhkan diri dari wanita atau segala sesuatu yang dapat membangkitkan birahi, ataupun menghindarkan diri dari fantasi –fantasi seksual, tentu dapat mencegah bergejolaknya naluri seksual. Sebab, naluri ini tidak mungkin bergejolak, kecuali dengan sengaja dibangkitkan melalui fantasi-fantasi seksual yang dihadirkan.
Dengan demikian, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita didominasi oleh pandangan yang bersifat seksual ( sebatas hubungan biologis antara lelaki dan perempuan) seperti yang terjadi pada masyarakat Barat , maka tindakan menciptakan fakta-fakta yang terindera dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi (fantasi-fantasi seksual) merupakan tindakan yang lazim mereka lakukan. Tujuannya adalah demi membangkitkan naluri seksual mereka sehingga naluri tersebut menuntut pemuasan. Pemenuhan tersebut bisa dilakukan seperti yang mereka inginkan dari hubungan semacam ini. Dengan cara demikianlah mereka mendapatkan ketenangan.
Sebaliknya, jika pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita dikuasai oleh suatu pandangan yang hanya memusatkan diri pada tujuan penciptaan naluri ini, yaitu untuk melestarikan keturunan, maka tindakan menjauhkan fakta-fakta dan pikiran-pikiran yang mengandung birahi dari pria ataupun wanita merupakan upaya yang harus dilakukan dalam kehidupan umum. Dengan itu, diharapkan naluri ini tidak akan bergejolak, sehingga tidak perlu menuntut adanya pemuasan yang tidak selalu bisa dihindari, serta dapat mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Sementara itu, upaya untuk membatasi fakta-fakta yang mengundang birahi yang hanya boleh ada untuk suami-istri, merupakan tindakan yang harus dilakukan. Tujuannya adalah demi kelestarian keturunan, terwujudnya ketenangan, dan terciptanya ketentraman ketika melakukan pemuasan naluri. Dari sini, tampak jelas, sampai sejauh mana pengaruh pandangan sekelompok orang terhadap hubungan pria dan wanita dalam mengatur kehidupan berbagai kelompok dan masyarakat umum.
Pandangan orang-orang Barat penganut idiologi kapitalis dan orang-orang Timur penganut idiologi Komunis terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, dengan terencana, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual dihadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata untuk dipenuhi. Mereka menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia; baik terhadap fisik, psikis, maupun akalnya, sampai pada tingkat yang mereka dakwakan. Dari sini, kita bisa memahami, mengapa banyak komunitas masyarakat, baik di Barat yang Kapitalis ataupun di Timur yang komunis, serta didalam masyarakat di sana secara umum, selalu menciptakan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual (fantasi-fantasi seksual); baik dalam cerita-cerita, lagu-lagu, maupun berbagai karya mereka lainnya. Masyarakat di sana juga sudah begitu terbiasa dengan gaya hidup campur baur antara pria dan wanita yang tidak semestinya dirumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang, atau ditempat-tempat lainnya. Semua ini muncul karena mereka menganggap tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan penting. Mereka dengan sengaja mewujudkannya. Sebab, menurut mereka, tindakan semacam itu merupakan bagian dari sistem dan gaya hidup mereka.
Sementara itu, pandangan kaum Muslim, yaitu orang-orang yang memeluk agama Islam serta benar-benar telah meyakini akidah dan hukum Islam dengan kata lain, pandangan islam terhadap hubungan antara pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual. Sekalipun Islam mengakui bahwa pemenuhan hasrat seksual merupakan suatu hal yang pasti, tetapi bukan hasrat seksual itu sendiri yang mengendalikan dorongan pemenuhan nya. Dalam konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang sebagai perkara yang dapat mendatangkan marabahaya. Demikian pula fakta-fakta yang dapat membangkitkan nafsu biologis, selalu akan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, Islam melarang pria dan wanita berkhalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (non mahram), juga melarang setiap pria atau wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan nafsu birahi. Islam juga telah membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum, serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, tidak lebih, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.
Walhasil, Islam mencegah segala hal yang dapat membangkitkan nafsu seksual dalam kehidupan umum dan membatasi hubungan seksual hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Sementara itu, sistem kapitalis dan komunis justru berusaha mencipatakan segala hal yang dapat membangkitkan nafsu seksual dengan tujuan agar dapat dinikmati secara bebas. Pada saat Islam memandang hubungan pria dan wanita hanya sebatas untuk melestarikan keturunan, maka sistem kapitalis dan sosialis memandangnya dengan pandangan yang bersifat seksual semata, yakni sebatas sebagai hubungan dua lawan jenis antara seorang laki-laki dan perempuan. Dua pandangan tersebut sangat jauh berbeda. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Islam dan kedua ideology itupun saling bertolak belakang.
Dengan demikian, jelaslah betapa pandangan Islam dalam konteks interaksi pria dan wanita dipenuhi dengan pandangan kesucian, kemuliaan dan kehormatan diri disamping merupakan pandangan yang dapat mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan manusia.
Sementara itu, prasangka orang-orang barat dan orang-orang komunis yang menyatakan bahwa pengekangan naluri seksual pada pria dan wanita akan mengakibatkan berbagai penyakit fisik, psikis maupun akal adalah keliru dan hanya merupakan prasangka yang kontradiktif dengan fakta sebenarnya. Sebab, memang ada perbedaan antara naluri manusia dan dorongan kebutuhan jasmaninya dari segi pemenuhannya. Kebutuhan jasmani seperti makan, minum, dan buang hajat menuntut pemenuhan secara pasti. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, jika tidak dipenuhi, akan dapat mengakibatkan marabahaya yang dapat mengantarkan manusia pada kematian. Sebaliknya, naluri manusia seperti naluri untuk mempertahankan eksistensi diri, naluri beragama (religioustis), dan naluri seksual tidak menuntut pemenuhan secara pasti. Naluri-naluri tersebut jika tidak dipenuhi, tidak akan menimbulkan bahaya bagi fisik, psikis, maupun akal manusia.; yang mungkin terjadi hanyalah kepedihan dan kegelisahan, tidak lebih. Buktinya, bisa saja terjadi, orang yang seumur hidupnya tidak memenuhi seluruh naluri tersebut, ternyata tidak mengalami bahaya apapun pada dirinya.
Dakwaan orang-orang barat dan orang-orang komunis tentang akan munculnya berbagai gangguan atau penyakit penyakit fisik, psikis maupun akal, ternyata juga tidak terjadi pada stiap orang ketika ia tidak memelihara naluri seksualnya  walaupun mungkin terjadi pada individu-induvidu tertentu. Kenyataan ini menunjukan bahwa akibat-akibat negatif tersebut, yang disebabkan oleh tidak dipenuhinya naluri seksual, tidak terjadi secara alami sebagai fitrah manusia. Artiya dalam konteks tersebut ada sebab-sebab lain, bukan karena factor pengekangan. Kalau memang  karena pengekangan, tentu akibat-akibat tersebut akan selalu terjadi secara alami sebagai suatu fitrah bagi setiap manusia, setiap kali ada pengekangan.  Namun ternyata, hal tersebut tidak pernah terjadi. Mereka pun sebenarnya mengakui bahwa akibat-akibat itu, secara fitrah, selalu terjadi pada manusia sebagai akibat pengekangan  terhadap naluri seksualnya. Oleh karena itu, akibat-akibat yang terjadi pada individu-individu tertentu pasti karena adanya sebab-sebab lain, bukan karena adanya pengekangan.
Ini dilihat dari satu segi. Dari segi lain, sesungguhnya tuntutan kebutuhan jasmani muncul secara internal, bukan secara eksternal atau karena pengaruh luar meskipun pengaruh luar itu bisa saja muncul pada saat manusia merasakan adanya kebutuhan yang mendesak. Berbeda halnya dengan naluri manusia. Naluri manusia sesungguhnya tidak akan menuntut pemenuhan karena dorongan internalnya, jika tidak ada pengaruh eksternal. Bahkan, dapat dikatakan, naluri manusia tidak akan bangkit jika hanya mengandalkan pengaruh internal. Artinya, bangkitnya naluri manusia, seperti naluri seksual ini, memang karena factor itu berupa fakta-fakta yang dapat diindera ataupun pikiran-pikiran cabul yang dihadirkan. Jika tidak ada pengaruh eksternal. Naluri tersebut tidak mungkin akan bangkit.
Kenyataan seperti ini berlaku pada seluruh jenis naluri yang ada pada diri manusia; baik naluri untuk mempertahankan diri,  naluri beragama, maupun naluri seksual dengan segala gejalanya. Jika di hadapan seseorang terdapat sesuatu yang dapat membangkitkan salah satu nalurinya, niscaya akan muncul gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika orang itu menjauhkan diri dari faktor-faktor yang dapat membangkitkan nalurinya, atau mencari kesibukan yang dapat mengalihkan pengaruh tersebut, maka tuntutan naluri akan pemenuhan itu bisa hilang dan manusia akan kembali tenang. Hal ini berbeda dengan kebutuhan jasmani. Tuntutan dari pemenuhan dorongan jasmani tidak akan hilang selama faktor-faktor yang memunculkan dorongan tersebut tetap ada secara mutlak atau sampai tuntutannya dipenuhi.
Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa, tidak terpenuhinya naluri seksual tidak akan sampai mengakibatkan penyakit apapun; baik terhadap fisik, psikis, maupun akal. Sebab, naluri tidak sama dengan dorongan kebutuhan jasmani. Segala sesuatu yang ada dihadapan seseorang yang dapat membangkitkan naluri seksualnya, baik berbentuk fakta-fakta ataupun fantasi- fantasi seksual, akan menyebabkan orang yang bersangkutan merasakanadanya gejolak yang menuntut pemenuhan. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, akibatnya adalah munculnya kegelisahan. Kegelisahan yang berulang-ulang akan menyebabkan kepedihan yang menyakitkan. Jika orang tadi menjauhkan faktor-faktor yang membangkitkan naluri seksual atau mencari kesibukan yang dapat mengalihkan dorongan naluri tersebut, niscaya kegelisahan itu dengan sendirinya akan sirna. Atas dasar itu, upaya pengekangan terhadap naluri seksual yang tengah bergejolak hanya akan mengakibatkan munculnya kegelisahan, tidak lebih. Akan tetapi jika naluri seksual ini tidak muncul, maka tidak akan mengakibatkan kegelisahan.
Dengan demikian, jalan keluar agar naluri seksual tidak bangkit tentu saja dengan tidak  berusaha memunculkannya, yakni berusaha menjauhkan seluruh faktor yang dapat membangkitkannya agar tidak akan ada dorongan yang menuntut pemenuhan.
Berdasarkan keterangan di atas, tampak jelas kesalahan pandangan masyarakat Barat maupun masyarakat sosialis yang memandang hubungan pria dan wanita sebatas hubungan seksual antara seorang lelaki dan seorang perempuan saja. Tampak jelas pula kesalahan mereka dalam memecahkan problematika ini.  Mereka keliru ketika membangkitkan naluri ini pada pria  maupun pada wanita secara sengaja melalui pergaulan bebas diantara keduanya; pertunjukan-pertunjukan tari, nyanyi, dan sejenisnya; serta berbagai permainan, cerita-cerita, dan lain sebagainya.
Sebaliknya, kebenaran jelas tampak dalam pandangan Islam . Islam menjadikan pandangan manusia terhadap hubungan pria dan wanita lebih dipengaruhi oleh tujuan dari penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk melangsungkan keturunan manusia. Tampak jelas pula kebenaran jalan pemecahan  Islam dalam persoalan ini, yaitu dengan menjauhkan segala hal yang dapat membangkitkan naluri seksual; baik berbentuk fakta-fakta cabul maupun  pikiran-pikiran porno. Jika hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, syariat Islam telah memberikan jalan pemecahan yang lain, yaitu melalui perkawinan atau pemilikan hamba sahaya. Islamlah satu-satunya yang mampu mencegah akibat yang mungkin ditimbulkan dari naluri seksual berupa kerusakan yang terjadi di masyarakat. Caranya adalah dengan pemecahan yang tepat dan sempurna, yang akan menciptakan kemaslahatan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.
B.     Pengaturan Hubungan Pria – Wanita Dalam Islam
Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Keadilannya meliputi berbagai bidang. Termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang di dalam kajian fiqh dikenal sebagai bab “Ahwalus Syahsiyah”. Namun demikian banyak nash-nash Syar’i yang sering dituding memihak laki-laki dan menempatkan wanita dalam posisi lemah. Untuk mengetahui bagaimana konsep Islam dalam mengatur pergaulan, harus diketahui terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam Islam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan pergaulan. Beberapa konsep tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Menundukkan pandangan:
Untuk mereka yang belum sanggup nikah harus selalu memelihara diri dari perbuatan dosa, ALLAH memerintahkan kaum lelaki untuk menundukkan pandangannya, sebagaimana    firmannya;
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (an- Nuur: 30)
Sebagaimana  haini  juga  diperintahkan  kepadkauwanita  beriman,  ALLAberfirman;
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (an- Nuur: 31)

2.      Menutup Aurat:
ALLAH berfirman; dan jangan lah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka melabuhkan kain tudung ke dadanya. (an-Nuur: 31)  
Juga  Firman-NYA; Hai  nabi, katakanlakepada isteri-isterimuanak-anak perempuanmu dan isteri- isteri orang mukmin: Hendaklah mereka melabuhkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, kerana itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (an-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi semua jenis. Dari Abu Daud Said al-Khudri r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang lelaki memandang aurat wanita, begitu juga dengan wanita jangan melihat aurat lelaki.

3.      Adanya pembatas antara lelaki dengan wanita;
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum yang berbeda  jenis,  harus  disampaikadari  balitabir  pembatas.  Sebagaimana  firman-NYA;
Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab. (al-Ahzaab: 53)

4.      Tidak berdua-duaan Di Antara Lelaki Dan Perempuan;
Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang syubhat (yang meragukan status hukumnya), agar tidak jatuh dalam kemaksiyatan, seperti tercantum dalam banyak hadits. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya. (Hadis Riwayat Bukhari & Muslim) Dari Jabir bin Samurah berkata;  Rasulullah  SAW bersabda:  Janganlah  salah  seorang  dari  kalian  berdua-duadengan seorang  wanita,  kerana  syaitan  akan  menjadi  ketiganya.  (HadiRiwayat  Ahmad  Tirmidzi dengan sanad yang sahih)
Islam membolehkan laki-laki dan wanita bukan muhrim (orang yang haram dikawini) berkumpul dan berinteraksi di tempat-tempat umum, seperti jalan, masjid, kebun-kebun umum (tempat rekreasi) dan lain-lain untuk tujuan yang diperbolehkan syara dan memang memerlukan interaksi, misalnya shalat berjamaah (di masjid), menunaikan ibadah haji dan sebagainyaSedangkan di tempat-tempat khusus, seperti rumah pribadi, mobil pribadi dan lain-lain Islam mengharamkan.

5.      Tidak Melunakkan Ucapan (Percakapan):
Seorang wanita dilarang melunakkan ucapannya ketika berbicara selain kepada suaminya. Firman ALLAH SWT;
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (berkata-kata yang menggoda) sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit di dalam hatinya tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik. (al- Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir; Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh ALLAH kepada para isteri Rasulullah SAW serta kepada para wanita mukminah lainnya, yaitu hendaklah dia kalau berbicara dengan orang lain tanpa suara merdu, dalam pengertian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu Kathir 3/350)

6.      Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan Jenis;
Dari Maqil bin Yasar r.a. berkata; Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik daripada menyentuh kaum wanita yang tidak halal baginnya. (Hadis Hasan Riwayat Thabrani dalam Mujam Kabir) Berkata Syaikh al-Abani Rahimahullah; Dalam hadis ini terdapat ancaman keras terhadap orang- orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (Ash-Shohihah 1/448) Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain- lainnya. Dari Aishah berkata; Demi ALLAH, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat. (Hadis Riwayat Bukhari)

C.     Kondisi Objek Pergaulan Pria – Wanita Masa Kini
Kondisi pergaulan remaja saat ini semakin berkembang, dari yang baik sampai yang buruk,  dan banyak yang bilang bila pergaulan remaja saat ini sudah sangat jauh berubah dibanding pada masa-masa sepuluh tahun silam, dan remaja sekarang lebih mampu berekspresi pada emosi dan mengungkapkan perasaan tanpa sembunyi-sembunyi dan malu seperti dulu.

Salah satu potret pergaulan remaja kini bisa kita ambil contoh pada fenomena Alay. Kendati awalnya terasa lucu, fenomena alay belakangan cenderung mengkhawatirkan. alay, apa sih? Istilah yang satu ini bukan tiba-tiba saja muncul. Alay kependekan dari anak layangan. Tapi dalam perkembangannya, terutama di ranah internet–sebut saja jejaring sosial, ciri-ciri seseorang disebut alay sudah makin melebar bahkan dianggap sebagai suatu trendsetter. Namun pada intinya sih sama, alay ditujukan bagi mereka yang dianggap kampungan, norak, dan lebay. Tapi juga meluas pada cara berpakaian, sampai cara menulis yang ajaib seperti alay.

Ini sebetulnya tidak terlepas dari proses pencarian jati diri semata. Dengan membebaskan perasaan dan isi hati, mereka juga mengharapkan kebebasan dan ketenangan jiwa. Bila dikekang, mereka nampak begitu sedih dan terkekang.Tapi bila pergaulan terlalu dibebaskan, juga sangat mengkuatirkan. Yang penting berkomunikasi dan terarah. Bilamana sang remaja masih mampu berkomunikasi dengan keluarga dan orang tua, maka bimbingan untuk pergaulan pun dapat tersampaikan. Informasi tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan dengan teman-teman dan apa efek dari apa yang mereka lalukan dan perbuat juga perlu dikomunikasikan.



Dibawah ini ada beberapa faktor yang dapat mempegaruhi pergaulan remaja, yaitu :
  1. Keluarga/orang tua
Peran keluarga amatlah penting dalam memberikan pengarahan,  karena orag tua itu sangat besar pengaruhnya terhadap pergaulan anaknya. Jika orang tuanya mengajarkan yang baik-baik, misalnya tatakrama, pengetahuan agama, sopan santun, dll maka anak tersebut akan nenerapkan juga di lingkungan luarnya dan ia pun  mencari pergaulan yang hampir sama dengan lingkungan keluarganya. Sedangkan sebaliknya jika orang tua mengajarkan yang tidak baik kepada anaknya maka anaknya tersebut akan terpengaruh dan mengikuti orang tuanya yaitu berprilaku buruk karena ada pepatah bilang “ buah itu jatuh tidak jauh dari pohonya “, oleh karena itu jika orang tuanya baik anaknya pun akan baik dan begitu sebaiknya. Tetapi walaupun perhatian keluarga/ orang tua sangat penting, orang tua pun terlalu keras terhadap anaknya karena dengan begitu mungkin anak pun akan jenuh dengan perhatian orang tua yang berlebiha dan mungkin agak keras jadi sebaiknya keluarga / orang tua memberikan perhatian yang wajar-wajar saja tidak berlebihan tetapi juga tidak membebaskan pergaulan anak remajanya., (adanya umpan timbal balik , yaitu dimana jika orang tua memberikan kasih sayang maka anaknya pun akan memberikan kasih sayang kepada orang tuanya )
  1. Lingkungan
Lingkungan dalam pergaulan remaja ini pun tak kalah pentingya dengan keluarga, jika remaja tersebut tinggal dan bergaul di lingkungan yang buruk maka ia akan terbawa buruk juga misalnya remaja tersebut hidup di lingkungan yang kebanyakan orang –orangnya selalu berbuat yang tidak baik misalnya berjudi berpakaian seksi bisa jadi anaknya tersebut akan terpengaruh pergaulan yang seperti itu akan tetapi sebaliknya jika anak tersebut tinggal dan bergaul di lingkungan yang baik maka anak tersebut secara tidak langsung akan mengikuti prilaku terbaik tersebut.
  1. Spiritual
Pendidikan spiritual seharusnya di tanamkan kepada para remaja sejak dini agar tercipta suatu remaja yang berahklak dan berbudi luhur baik, karena remaja yang berakhlak akan membuat moral remaja tersebut menjadi baik dan remaja tersebut mempunyai pegangan dalam hidupnya, karena suatu agama adalah pegangan bagi manusia di dunia ini. Jika seorang remaja tidak pernah menanamkan keagamaan dalam kehidupannya remaja tersebut akan terjerumus ke dalam pegaulan bebas karena ia tidak punya pegangan dalam hidupnya, keagamaan tersebut bisa di dapat dari keluarga, lingkungan, dan  kehidupa sehari-harinya.
Dari ke ketiga faktor diatas kita dapat melihat dampak-dampak sosialnya bagi remaja yaitu dimana jika seorang remaja berada di keluarga yang baik yaitu mengajarkan tentang tatakrama dalam bergaul, di lingkungan yang didalamnya rata-rata terdapat masyarakat yang baik yaitu masyarakat yang dapat memberikan contoh yang baik bagi remaja-remaja di sekitarnya,dan spiritual yang mendalam dapat membuat seorang remaja menjadi remaja yang berakhlak dan berbudi luhur. Akan tetapi sebaliknya jika seorang remaja tersebut berada di keluarga, lingkungan , dan spiritual yang tidak baik maka remaja tersebut bisa terjerumus ke kesulitan. Umumnya masyarakat berada dalam kondisi ifrath (berlebihan) dan tafrith (mengabaikan). Jarang sekali kita temukan sikap tawassuth (pertengahan) yang merupakan salah satu keistimewaan dan kecemerlangan manhaj Islam dan umat Islam.
Sikap demikian juga sama ketika mereka memandang masalah pergaulan wanita muslimah di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, ada dua golongan masyarakat yang saling bertentangan dan menzhalimi kaum wanita. Dalam pergaulan bebas dan seorang remaja tersebut tidak akan mempunyai pegangan dalam hidupnya.
Pertama, golongan yang kebarat-baratan yang menghendaki wanita muslimah mengikuti tradisi Barat yang bebas tetapi merusak nilai-nilai agama dan menjauh dari fitrah yang lurus serta jalan yang sesat. Mereka jauh dari Allah yang telah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya untuk menjelaskan dan menyeru manusia kepada-Nya.
Mereka menghendaki wanita muslimah mengikuti tata kehidupan wanita Barat “sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta” sebagaimana yang digambarkan oleh hadits Nabi, sehingga andai kata wanita-wanita Barat itu masuk ke lubang biawak niscaya wanita muslimah pun mengikuti di belakangnya. Sekalipun lubang biawak tersebut melingkar-lingkar, sempit, dan pengap, wanita muslimah itu akan tetap merayapinya. Dari sinilah lahir “solidaritas” baru yang lebih dipopulerkan dengan istilah “solidaritas lubang biawak.”
Mereka melupakan apa yang dikeluhkan wanita Barat sekarang serta akibat buruk yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas itu, baik terhadap wanita maupun laki-laki, keluarga, dan masyarakat. Mereka sumbat telinga mereka dari kritikan-kritikan orang yang menentangnya yang datang silih berganti dari seluruh penjuru dunia, termasuk dari Barat sendiri. Mereka tutup telinga mereka dari fatwa para ulama, pengarang, kaum intelektual, dan para muslihin yang mengkhawatirkan kerusakan yang ditimbulkan peradaban Barat, terutama jika semua ikatan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan benar-benar terlepas. Mereka lupa bahwa tiap-tiap umat memiliki kepribadian sendiri yang dibentuk oleh aqidah dan pandangannya terhadap alam semesta, kehidupan, Tuhan, nilai-nilai agama, warisan budaya, dan tradisi. Tidak boleh suatu masyarakat melampaui tatanan suatu masyarakat lain.
Kedua, golongan yang mengharuskan kaum wanita mengikuti tradisi dan kebudayaan lain, yaitu tradisi Timur, bukan tradisi Barat. Walaupun dalam banyak hal mereka telah dicelup oleh pengetahuan agama, tradisi mereka tampak lebih kokoh dari pada agamanya. Termasuk dalam hal wanita, mereka memandang rendah dan sering berburuk sangka kepada wanita.
Bagaimanapun, pandangan-pandangan di atas bertentangan dengan pemikiran-pemikiran lain yang mengacu pada Al-Qur’anul Karim dan petunjuk Nabi SAW serta sikap dan pandangan para sahabat yang merupakan generasi muslim terbaik. Ingin saya katakan di sini bahwa istilah ikhtilath (percampuran) dalam lapangan pergaulan antara laki-laki dengan perempuan merupakan istilah asing yang dimasukkan dalam “Kamus Islam.” Istilah ini tidak dikenal dalam peradaban kita selama berabad-abad yang silam, dan baru dikenal pada zaman sekarang ini saja. Tampaknya ini merupakan terjemahan dari kata asing yang punya konotasi tidak menyenangkan terhadap perasaan umat Islam. Barangkali lebih baik bila digunakan istilah liqa’ (perjumpaan), muqabalah (pertemuan), atau musyarakrah (persekutuan) laki-laki dengan perempuan.
Tetapi bagaimanapun juga, Islam tidak menetapkan hukum secara umum mengenai masalah ini. Islam justru memperhatikannya dengan melihat tujuan atau kemaslahatan yang hendak diwujudkannya, atau bahaya yang dikhawatirkannya, gambarannya, dan syarat-syarat yang harus dipenuhinya, atau lainnya. Sebaik-baik petunjuk dalam masalah ini ialah petunjuk Nabi Muhammad SAW, petunjuk khalifah-khalifahnya yang lurus, dan sahabat-sahabatnya yang terpimpin. Orang yang mau memperhatikan petunjuk ini, niscaya ia akan tahu bahwa kaum wanita tidak pernah dipenjara atau diisolasi seperti yang terjadi pada zaman kemunduran umat Islam.
D.    Dampak Etika Pergaulan Diabaikan
Kita tentu tahu bahwa pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa. Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.

Akibat yang ditimbulkan remaja masa kini melakukan hubungan seks secara bebas merupakan akibat pertama dari pergaulan bebas yang merupakan lingkaran setan yang tidak ada putusnya dengan berbagai akibat di berbagai bidang antara lain di bidang sosial, agama dan kesehatan sebagai berikut.
a.              Dalam seks bebas terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan yakni berkurangnya iman si penzina, hilangnya sikap menjaga diri dari dosa, buruk kepribadian dan hilangnya rasa cemburu.
b.             Seks bebas menghilangkan rasa malu, padahal dalam agama malu merupakan suatu hal yang amat ditekankan dan dianggap perhiasan yang sangat indah khususnya bagi wanita.
c.              Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
d.             Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya
e.              Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
f.               Pelaku seks bebas akan dipandang oleh manusia dengan pandangan muak dan tidak percaya.
g.              Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dicium oleh orang-orang yang memiliki ‘qalbun salim’ (hati yang bersih) melalui mulut atau badannya.
h.              Apa yang didapatkan para pelaku seks bebas dalam kehidupan ini adalah sebaliknya dari apa yang diinginkannya. Ini adalah karena, orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara bermaksiat maka Tuhan akan memberikan yang sebaliknya dari apa yang dia inginkan, dan Tuhan tidak menjadikan maksiat sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
i.                Perzinaan menyeret kepada terputusnya hubungan silaturrahim, durhaka kepada orang tua, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunan. Bahkan boleh membawa kepada pertumpahan darah dan perdukunan serta dosa-dosa besar yang lain. Seks bebas biasanya berkait dengan dosa dan maksiat yang lain sebelum atau bila berlakunya dan selepas itu biasanya akan melahirkan kemaksiatan yang lain pula.

E.     ETIKA BERPENAMPILAN SESUAI SYAR’I
1.      Kebersihan badan adalah kuncinya.

Sudah seharusnya seorang wanita menjaga kebersihan badannya dengan mandi. Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dari Abi Rofi’, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam berkeliling mengunjungi beberap istrinya (untuk menunaian hajatnya), maka beliau mandi setiap keluar dari rumah istri-istrinya. Maka Abu Rofi’ bertanya, ‘Ya, Rasulullah, tidakkah mandi sekali saja?’ Maka jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ini lebih suci dan lebih bersih.’” (Ibnu Majah dan Abu Daud, derajat haditsnya hasan).

Mandi dapat menghilangkan kotoran sehingga menjauhkan seorang muslimah dari penyakit dan menjaga agar badannya tidak bau. Sehingga ia pun akan menjadi dekat dengan orang-orang disekitarnya.

Hendaklah seorang wanita juga menjaga hal-hal yang termasuk fitrah yaitu memotong kuku dan memelihara kebersihannya agar tidak panjang atau kotor. Kuku yang panjang akan tampak buruk dipandang, menyebabkan menumpuknya kotoran di bawah kuku dan mengurangi kegesitan pemiliknya dalam bekerja.
Hal lain yang termasuk fitrah adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan. Hal ini sangat dianjurkan dalam Islam, selain dapat menjaga kebersihan dan keindahan tubuh seorang muslimah. Oleh karenanya, seorang muslimah hendaknya tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR. Bukhari Muslim)

2.   Perhatikanlah mulut karena dengannya engkau berdzikir dan berbicara kepada manusia.
            Wanita muslimah hendaknya selalu menjaga kebersihan mulutnya dengan cara membersihkan giginya dengan siwak atau sikat gigi dan alat pembersih lain jika tidak ada siwak. Bersiwak dianjurkan dalam setiap keadaan dan lebih ditekankan lagi ketika hendak berwudhu’, akan shalat, akan membaca Al Qur’an, masuk ke dalam rumah dan bangun malam ketika hendak shalat tahajjud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, hendaknya seorang muslimah menjaga mulutnya dari bau yang tidak sedap.
“Barangsiapa yang makan bawang merah dan bawang putih serta kucai, maka janganlah dia mendekati masjid kami.” (HR. Muslim)
Karena bau yang tidak sedap mengganggu malaikat dan orang-orang yang hadir di dalam masjid serta mengurangi konsentrasi dalam berdzkikir. Maka hendaknya seorang muslimah juga menjaga bau mulutnya di mana pun ia berada.
3.      Rawatlah keindahan mahkotamu.
            Sudah seharusnya seorang muslimah menjaga keindahan rambutnya karena rambut merupakan mahkota seorang wanita. Dan hendaknya dia menjaga kebersihan, menyisir, merapikan dan memperindah bentuknya.
“Barangsiapa yang memiliki rambut maka hendaklah dia memuliakannya.” (HR. Abu Dawud)
4.      Kebersihan pakaian tidak pantas diabaikan.
            Islam menyukai orang yang menjaga kebersihan pakaiannya dan tidak menyukai orang yang berpakaian kotor padahal ia mampu mencuci dan membersihkannya. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian kotor,maka beliau pun bersabda,“Orang ini tidak mempunyai sabun yang dapat digunakan untuk mencuci pakaiannya.” (HR. Imam Ahmad dan Nasa’i).
Jika petunjuk nabi ini ditujukan pada laki-laki, maka terlebih lagi pada wanita karena ia memegang peranan penting dalam rumah tangganya.
5.      Perbaikilah penampilan.
            Hendaklah seorang muslimah memperbaiki penampilannya untuk menampakkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya.“Sesungguhnya Allah senang melihat tanda nikmat yang diberikan kepada hamba-hambaNya.” (HR. Tirmidzi dan Hakim) Seorang muslimah diperbolehkan untuk menghiasi dirinya dengan hal-hal yang mubah misalnya mengenakan sutra dan emas, mutiara dan berbagai jenis batu permata, celak, menggunakan inai (pacar) pada kuku dan menyemir rambut yang beruban, menggunakan kosmetik alami atau kosmetik yang tidak mengandung zat berbahaya dengan tidak berlebihan. Dan tentu saja berhias di sini bukanlah dengan maksud mempercantik diri di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
            Hal yang dapat membantu memperbaiki penampilan seorang muslimah adalah memakan makanan yang bergizi serta tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raf: 31)
Selain itu juga rajin berolahraga dapat bermanfaat untuk menjaga stamina dan keindahan tubuh serta mempercantik kulit seorang muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan teladan yang baik dalam hal ini, beliau pernah mengajak ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk lomba lari (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Thabrani)

6.      Janganlah tabarruj (Bersolek)
            Berhias bagi wanita ada 3 macam, yaitu berhias untuk suami, berhias di depan wanita dan lelaki mahram (orang yang haram dinikahi), dan berhias di depan lelaki bukan mahram. Berhias untuk suami hukumnya dianjurkan dan tidak memiliki batasan. Berhias di hadapan wanita dan lelaki mahram dibolehkan tetapi dengan batasan tidak menampakkan aurat dan boleh menampakkan perhiasan yang melekat pada selain aurat. Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga lutut[*] sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki. Berhias di depan lelaki bukan mahram hukumnya haram dan inilah yang disebut dengan tabarruj.
[*] Demikianlah pendapat banyak ulama. Namun menurut Syaikh Al Albani, pendapat ini tidak ada dalilnya, sehingga aurat di depan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram.
7.      Jauhilah cara berhias yang dilarang oleh Islam.
Tidak diperbolehkan untuk berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu:
a.       Memotong rambut di atas pundak karena menyerupai laki-laki, kecuali dalam kondisi darurat. “Aku terbebas dari wanita yang menggundul rambut kepalanya, berteriak dengan suara keras dan merobek-robek pakaiannya (ketika mendapat musibah) .”( HR .Muslim )
b.      Menyambung rambut. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung. ”(HR.Bukhari Muslim).
c.       Menghilangkan sebagian atau seluruh alis. Tertera dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallau ‘anhu berkata, “Allah melaknat wanita yang mentato bagian-bagian dari tubuh dan wanita yang meminta untuk ditato, wanita yang mencukur seluruh atau sebagian alisnya dan wanita yang meminta untuk dicukur alisnya, dan wanita yang mengikir sela-sela gigi depannya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah ‘AzzawaJalla.”
d.      Mengikir sela-sela gigi, yaitu mengikir sela-sela gigi dengan alat kikir sehingga membentuk sedikit kerenggangan untuk tujuan mempercantik diri.
e.       Mentato bagian tubuhnya.
f. Menyemir rambut dengan warna hitam.“Pada akhir zaman akan ada suatu kaum yang mewarnai (rambutnya) dengan warna hitam seperti dada burung merpati, mereka tidak akan mencium baunya surga.” (Shahih Jami’ush Shaghir no. 8153)
  1. Berhati - hati dalam memilih cara berhias.
Sesungguhnya cara berhias sangatlah banyak dan beragam. Hendaknya seorang muslimah berhati-hati dalam memilih cara berhias, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       Tidak boleh menyerupai laki-laki. “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat seorang wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Abu Daud)
b.      Tidak boleh menyerupai orang kafir. “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka. ”(HR.Ahmad dan Abu Daud)
c.       Tidak boleh berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup misalnya tatto dan tidak mengubah ciptaan Allah misalnya operasi plastik. Hal ini disebabkan termasuk hasutan setan sebagaimana diceritakan oleh Allah,
“Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah dan mereka pun benar-benar melakukannya. ”(Qs. An Nisa: 119)
d.      Tidak berbahaya bagi tubuh.
e.       Tidak menghalangi air untuk bersuci kekulit atau rambut.
f.        Tidak mengandung pemborosan atau membuang-buanguang.
g.       Tidak membuang-buang waktu sehingga kewajiban lain terlalaikan.
h.       Penggunaannya jangan sampai membuat wanita sombong, takabur, membanggakan diri dan tinggi hati dihadapan orang lain.
  1. Wanita santun lebih baik dari pada wanita pesolek.
Kita tahu banyak wanita yang berdandan secara berlebihan dan bepergian keluar rumah tanpa mengenal batas waktu dengan mengatasnamakan ‘Inilah rupa kemajuan dan modernitas’.
Sesungguhnya kemajuan dan modernitas bukanlah dengan menentang perintah dan larangan Allah. Ketahuilah Allah Maha Tahu apa yang baik dan buruk untuk hambaNya. Mengikuti kemajuan adalah mengambil hal-hal bermanfaat yang dapat memajukan umat dan membantu kita untuk hidup lebih baik. Dan kita harus memandangnya dari kaca mata kebenaran. Kita mengambil hal-hal yang sesuai tuntunan Islam dan meninggalkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Jauhilah berhias yang dilarang oleh syari’at, wahai saudariku. Sungguh wanita yang keluar rumah dengan penampilan yang berlebihan sebenarnya dia melemparkan dirinya ke dalam api neraka. Sedangkan wanita yang menghiasi jiwanya dengan kesantunan dan berhias sesuai tuntunan Islam adalah wanita yang menempatkan dirinya pada tempat yang mulia.
  1. Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:
a.      Menutup aurat
b.      Tidak terbuat dari emas atau sutera Larangan ini berdasarkan hadits:           
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam. Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” [HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, CD Al-Bayan 1212].
c.       Tidak menyerupai pakaian wanita
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku termasuk berpakaian seperti laki-laki.
d.      Tidak menyerupai orang-orang kafir.
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun pandangan hidup.
Bagi seorang laki-laki pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam rumah, di luar rumah, di hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.






BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Islam menjadikan pandangan manusia terhadap hubungan pria dan wanita lebih dipengaruhi oleh tujuan dari penciptaan naluri itu sendiri, yaitu untuk melangsungkan keturunan manusia. Islam Adalah Agama Rahmatan Lil Alamin. Keadilannya Meliputi Berbagai Bidang. Termasuk Hubungan Antara Laki-laki Dan Perempuan, Yang Di Dalam Kajian Fiqh Dikenal Sebagai Bab “Ahwalus Syahsiyah”.
      Menundukkan Pandangan
      Menutup Aurat
      Adanya Pembatas Antara Lelaki Dengan Wanita
      Tidak Berdua-duaan Di Antara Lelaki Dan Perempuan
      Tidak Melunakkan Ucapan (Percakapan)
      Tidak Menyentuh Kaum Berlawanan Jenis


B.  Saran
Agar kita harus senantiasa membaca dan mempelajari Al-Q       ur’an dan hadist tentang etika pergaulan yang baik.Sehingga kita dapat mengetahui dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Saran penulis adalah kita harus memiliki suatu batasan – batasan tentang hidup khususnya dalam pergaulan.Supaya kita dapat bergaul sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama. Dan  agar mengetahui informasi tentang akibat pergaulan bebas sedini mungkin agar kita tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang dapat merusak moral kita sebagai umat muslim.Hendaklah kita selalu menjaga diri kita dari ligkungan yang tidak benar, karena sudah dijelaskan bahwa pergaulan itu dapat merusak moral kita.










DAFTAR PUSTAKA

Sr, Karla, lina. 2010. Panduan Menjadi Remaja Percaya Diri. Jakarta : Nobel Edumedia
Jaeni, Ahmad. 2008. Adab Bergaul. Yogyakarta : Insan Madani
Saami, Amal. Ummu Mahmud Al- Asymuni. Shafa’jalal. 2010. Panduan Etika Muslimah Sehari – hari. Surabaya : Pustaka eLBA


























LAMPIRAN - LAMPIRAN

No comments:

Post a Comment

Soal UJian Sekolah Kelas 6 IPA 2024

  PENILAIAN SUMATIF AKHIR JENJANG (PSAJ) TAHUN PELAJARAN 2 023 / 2 024   Mata Pelajaran                          : IPA Kelas/Semest...