BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berbicara merupakan proses berbahasa
lisan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, merefleksikan pengalaman, dan
berbagi informasi (Ellis, 1989). Ide merupakan esensi dari apa yang kita
bicarakan dan kata-kata merupakan untuk mengeksresikannya. Berbicara merupakan
proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan
sosial.
Oleh karena itu, kemampuan berbahasa
lisan merupakan dasar utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa
lisan (1) merupakan mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk
kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe
kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai. Dari 2796 bahasa di dunia,
semuanya memiliki bentuk bahasa lisan, tetapi hanya 153 saja yang mengembangkan
bahasa tulisnya (Stewig, 1983).
Anak-anak memasuki awal sekolah sudah
mampu berbicara untuk mengekspresikan kebutuhannya, bertanya, dan untuk belajar
tentang dunia yang akan mereka kembangkan. Namun demikian, mereka belum mampu
untuk memahami dan memproduksi kalimat-kalimat kompleks dan belum memahami
variasi penggunaan bahasa yang didasarkan pada situasi yang berbeda. Hal ini
menjadi tangung jawab guru untuk membangun pondasi kemampuan berbahasa,
terutama kemampuan berbahasa lisan dalam kaitannya dengan situasi komunikasi
yang berbeda-beda.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dari kemampuan
berbicara ?
2. Bagaimana teori dari kemampuan berbicara
?
3. Apa strategi dalam meningkatkan
kemampuan berbicara ?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui konsep kemampuan berbicara ?
2. Mengetahui teori kemampuan berbicara ?
3. Mengetahui strategi meningkatkan kemampuan berbicara ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan Teori
Para pakar mendefinisikan kemampuan
berbicara secara berbeda-beda. Tarigan(1985) menyebutkan bahwa berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang
dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible)
Dalam kegiatan menyimak, aktivitas
kita diawali dengan mendengar dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi.
Kegiatan berbicara tidak demikian, kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan
yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar
penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut. Penyampaian isi
pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan, serta pendapat yang
selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ke tujuan
secara tepat.
Dalam menyampaikan pesan, seseorang
menggunakan bahasa, dalam hal ini ragam bahasa lisan. Seseorang yang
menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti
atau memahaminya. Apabila isi pesan itu dapat diketahui oleh penerima pesan,
maka akan terjadi komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan.
Komunikasi tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pengertian atau pemahaman
terhadap isi pesan bagi penerimanya.
1. Pengertian Berbicara
Secara umum berbicara merupaka suatu
proses penuangan gagasan dalam bentuk ujaran dan juga dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan
sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud,
1984/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar.
Tarigan (1983:15), misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara pada hakikatnya
merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan
dari suatu sumber ke tempat lain.
Dalam proses komunikasi terjadi
pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar).
Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan
kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua
belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada
komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya,
simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang
disampaikan itu dipahami oleh komunikan, ia dapat mengerti pesan yang
disampaikan oleh komunikator.
Tahap selanjutnya, komunikan
memberikan umpan balik kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang
timbul setelah komunikan memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau
tindakan. Dengan demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya
interaksi antara komunikator dengan komunikan. Berbicara sebagai salah satu
bentuk komunikasi akan mudah dipahami dengan cara memperbandingkan diagram
komunikasi dengan diagram peristiwa berbahasa.
Berbicara merupakan bentuk perilaku
manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik
dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu
alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti
kepala, tangan, dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas
emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan
oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan saraf yang
menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut
dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan
makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu
berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan
kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.
2.
Proses Berbicara
Kegiatan berbicara dilakukan untuk dua
hal, yakni yang pertama untuk mengadakan hubungan sosial, merupakan percakapan
dalam suasana santai. Sedangkan yang
kedua untuk melaksanakan suatu layanan, kegiatan berbicara ini antara lain
mengikuti wawancara untuk memperoleh pekerjaan, memesan makanan di rumah makan,
mendaftar sekolah dan sebagainya.
Dalam proses belajar berbahasa di
sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal.
Maksudnya, mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum
sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat,
kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dan sebagainya. Dengan kata lain,
perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari fonem, kata, frase,
kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.
Proses pembentukan kemampuan berbicara
ini dipengaruhi oleh pajanan aktivitas berbicara yang tepat. Bentuk aktivitas
yang dapat dilakukan di dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
lisan siswa antara lain: memberikan pendapat atau tanggapan pribadi, bercerita,
menggambarkan orang/barang, menggambarkan posisi, menggambarkan proses,
memberikan penjelasan, menyampaikan atau mendukung argumentasi.
3. ASPEK YANG MEMPENGARUHI KEMAHIRAN BERBICARA
Dalam rangka pembinaan keterampilan berbicara,
hal yang perlu mendapat perhatian guru dalam membina keefektifan berbicara
menurut Arsyad ada dua aspek, yakni: aspek kebahasaan mencakup: (a) lafal, (b)
intonasi, tekanan, dan ritme, dan (c) penggunaan kata dan kalimat, dan aspek
non-kebahasaan yang mencakup: (a) kenyaringan suara, (b) kelancaran, (c) sikap
berbicara, (d) gerak dan mimik, (e) penalaran, (f) santun berbicara.
Jalongo (1992) menyatakan pendapatnya
bahwa dalam praktik berbahasa baik dalam bentuk reseptif maupun
produktif/ekspresif komponen kebahasaan akan selalu muncul. Komponen kebahasaan
tersebut adalah: (a) fonologi, (b) sintaktis,(c) semantik, dan (d) pragmatik.
Berkaitan dengan komponen fonologis
anak dituntut untuk menguasai sistem bunyi. Tingkah laku yang tampak pada anak
adalah pemahaman serta pemroduksian bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada,
kesenyapan, atau ciri-ciri prosodi yang lain.
Komponen sintaktis menurut penguasaan
sistem gramatikal. Tingkah laku sintaktik pada diri anak adalah pengenalan
srtuktur ucapan, serta pemroduksian kecepatan struktur ujaran.
Komponen semantik berkaitan dengan penguasaan
sistem makna. Tingkah laku semantik pada diri anak adalah pemahaman akan makna,
sedangkan produksinya berupa ujaran yang bermakna. Sedangkan komponen pragmatik
menuntut anak akan sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik yang
tampak pada diri anak adalah pemahaman terhadap implikasi sosial dari suatu
ujaran. Produksinya berupa ujaran-ujaran yang sesuai dengan situasi sosial,
situasi sosial itu berhubungan dengan: (a) siapa yang berbicara, (b) dengan
siapa berbicara, (c)apa yang dibicarakan, (d) bagaimana membicarakan, (e) kapan
dan di mana dibicarakan, (f) menggunakan media apa dalam membicarakan (Hymes,
1971).
Dari aspek kebahasaan dan
non-kebahasaan yang telah disebutkan di atas, guru dapat mengefektifkan
penggunaan serta mengontrol kesalahan yang terjadi pada siswa. Sehingga siswa
dalam malaksanakan tindakan berbicara dapat menghindari kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi.
B.
STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERBICARA
Kesemptan yang baik untuk mengembangkan
keterampilan berbicara adalah pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak
anak yang senang mengubah karangannya dalam bentuk drama pendek yang di
perankan di kelas. Pada kesempatan memerankan adegan inilah anak – anak
memiliki kesempatan untuk berlatih berbicara. Mereka dapat pula memperlihatkan
dan mempelajari keterampilan berakting teman – temanya.
1.
Kegiatan – kegiatan untuk
Mengembangkan Ketrampilan Berpikir
Tompkins dan Hoskisson (1991) membagi kegiatan berbahsa lisan
sebagai berikut :
a. Kegiatan berbicara informal, meliputi
percakaapan, menunjuk dan menceritakan, serta diskusi.
b. Kegiatan berbicara interpretative
meliputi, pengisahan cerita dan pembacaan drama.
c. Kegiatan yang lebih formal meliputi
laporan lisan, wawancara dan debat.
d. Kegiatan dramatic, meliputi bermain drama,
bermain peran, bermain boneka tangan, penulisan naskah dan produksi teater, dan
sebagainya
Menurut Ellis, Standal, pennau dan Rummel
(1989) kegiatan yang dapat memberiakan kesempatan kepada anak untuk berlatih
menggunakan bahasa lisan antara lain diskusi,pelaporan, pengisahan cerita,
paduan suara, drama, improvusasi, dan kegiatan komunikasi lisan yang lainnya.
Adapun cara mengembangkan kemampuan berbicara
siswa dapat dilakukan dengan .
a.
Menggali minat siswa
b.
Melatih kefasiahn dan kejelasan berbicara
c.
Kecakapan menyimak
d.
Mendiagnosa keadaan siawa
e.
Masalah suara (Suryanto, 1987)
Pailine Gibbons (1993) menyarankan bahwa untuk
mengembangkan bahasa lisan siswa, guru harus mengusahakan kelas yang
interaktif. Dalam kelas interaktif tersebut terdapat aktiviatas yang menuntut
anak untuk berpartisipasi serta menggunakan kemampuan, pengalaman serta
pengetahuannya.
2. Menyajikan Informasi
Salah
satu kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi siswa SD ialah menyampaikan
laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar mereka mengunakan cara – cara
yang efektif dalam menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka
menceritakan hal – hal yang mereka
inginkan dan tidak mereka inginkan dari seorang pembicara. Guru juga perlu
menyatakan kepada siswa bahwa Guru benar – benar ingin mendengarkan penyajian
laporan dari mereka. Selain itu yakinkan mereka bahwa mereka dapat melakukannya
dengan baik.
Bentuk
kegiatan yang lain untuk melatih penyajian informasi ialah dengan berpidato.
Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak – anak mengembangkan rasa percaya diri
dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun dan menyajikan suatu
pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara di hadapan
sejumlah pendengar.
Laporan
lisan merupakan suatu cara untuk mendorong anak supaya mampu mengungkapkan apa
yang ingin disampaikan kepada orang lain. Wujud laporan itu dapat berupa
informasi, deskripsi, keyakinan, dan penjelasan, winiasih (1996).
3. Berpartisipasi dalam diskusi
Diskusi kelas atau kelompok kecil
dapat dilakukan setiap hari. Diskusi dapat digunakan untuk merencanakan,
menyampaikan dan menggali masalah serta mengembangkan ekpresi verbal. Dalam
diskusi yang anggotanya kecil sangat efektif untuk mendorong kemampuan
berbicara siswa. Siswa secara bebas dapat mengungkapkan gagsan serta mereka
berani mengambil resiko kesalahan untuk mengemukakan pendapat walaupun tidak
lengkap. Mereka dapat memainkan peran yang beragam dalam diskusi yang
anggotanya kecil. Hal tersebut disebabkan bahasa yang digunakan informal, dan
anggotanya hanya 3-5 orang.
Diskusi
kelompok kecil dapat diorganisasikan untuk membicarakan berbagai topik. Moffect
(1968) mengajukan tiga jenis topic diskusi, yakni : topic bilangan, kronologi,
dan topic perbandingan.
a.
Topik bilangan, baik untuk memperkenalkan anak pada
butir-butir dan katagori tertentu, misalnya jenis binatang, tumbuhan,
transportasi, mata pencaharian dan sebagainya.
b.
Topik kronologi, memperkenalkan anak pada urutan
kejadian atau peristiwa. Misalnya menyusun rencana karya wisata, mendiskusikan
peristiwa kecelakaan, melakukan dan mengorganisasikan eksperimen karya ilmiah
dan sebagainya.
c.
Topik perbandingan, memperkenalkan anak pada
perbandingan berbagai hal, misalnya membandingkan keindahan bunga, binatang dan
alat-alat rumah tangga. Perbandingan tersebut menyangkut persamaan dan
perbedaan benda, barang atau hal .
Dalam melaksanakan diskusi, anak-anak
memerlukan panduan dari guru. Untuk pertama kalinya anak dapat melakukan
diskusi, guru memandu. Mereka perlu mengenal struktur percakapan dan memerlukan
berbagai kesempatan untuk memperoleh keterampilan diskusi. Coody mengemukakan
garis besar panduan diskusi untuk anak-anak.
a.
Siswa perlu memiliki pengetahuan tentang topic.
b.
Guru atau siswa membuka topic dengan membuat pertanyaan pembukaan.
c.
Tanggung jawab guru untuk mengelola diskusi dengan cara mengatur
pertanyaan dan mendorong partisipasi.
d.
Pada waktu tertentu guru dapat menyuruh siswa menjelaskan dan
memperluas gagasan.
e.
Guru perlu menggambarkan pemikiran dan informasi semua segi
persoalan melalui pertanyaan. Guru harus netral.
f.
Guru tetap mempunyai peranan dalam mendiskusikan topic.
g.
Guru harus memberikan cukup waktu kepada siswanya untuk menjawab.
Siswa perlu waktu untuk berpikir, menganalisis, dan merangkai informasi sebelum
mereka berbicara. Penelitian menunjukan bahwa semakin lama waktu tunggu untuk
menjawab, menunjukan tingkat berpikir anak.
h.
Guru perlu mendorong partisipasi anak yang kurang berbicara.
i.
Pada awal simpulan butir-butir utama dilakukan oleh guru, tetapi
selanjutnya dilakukan siswa.
4. Menceritakan Kembali Cerita dengan Bahasa Sendiri
Reproduksi
cerita dapat dimulai dari guru atau menunjuk salah satu siswa untuk membacakan
suatu cerita di depan kelas. Siswa yang ada di dalam kelas disuruh menyimak,
dan setelah selesai dibacakan siswa yang lain disuruh menceritakan kembali
dengan menggunakan bahasanya sendiri. Tujuan aktivitas ini untuk melatih siswa
menggunakan bahasa dan kata-kata sendiri dalam berbicara.
Apabila
cara tersebut masih mengalami hambatan, maka guru dapat memberikan bimbingan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada cerita tersebut.
Dengan pertanyaan-pertanyaan itu kemungkinan siswa akan teringat kembali
sesuatu yang trasa hilang. Hal ini akan membuat senang siswa karena mendapat bimbingan
dari guru untuk mendapatkan kembali sesuatu yang hilang tersebut.
5. Paduan Suara (Choral Speaking)
Paduan
suara mengacu pada sekelompok anak yang menyuarakan suatu bagian dari karya
sastra secara bersama-sama. Keuntungan dari paduan suara ini adalah
meningkatkan efektivitas ungkapan lisan, menambah minat anak pada sastra, dan
meningkatkan kesenangan anak.
Selain
itu paduan suara juga merupakan teknik yang baik untuk membangun rasa percaya
diri. Saat mereka menyarakan bersama-sama dengan teman, anak-anak tidak merasa
takut atau rendah diri, bahkan mereka mungkin akan merasa senang.
6. Improvisasi
Improvisasi
ini digunakan untuk melatih berbicara, mengembangkan imajinasi dan menentukan
makna. Karena improvisasi adalah permainan tanpa naskah, dari hal yang
sederhana, diberi konflik, perwatakan, suasan dan emosi. Misalnya improvisasi
orang yang senang.
7. Kegiatan Komunikasi Lisan yang Lain
Kegiatan
komunikasi yang lain dapat mendorong aktivitas berbicara siswa, yaitu
membawakan acara, memberi petunjuk, menggunakan telepon, mengadakan wawancara,
bermain drama, bermain peran, seminar, memperkenalkan diri, menyampaikan
komentar, menyanggah atau mempertahankan pendapat, menolak permintaan dan
lain-lain. Pengalaman-pengalaman latihan itu akan mengarahkan siswa pada
kemahiran berbicara.
Keterampilan
berbicara perlu dimiliki seorang siswa, agar dapat berkomunikasi dengan
lingkungannya. Karena bila tidak, ia akan merasa terkucil dari lingkungannya.
Begitu pentingnya peranan berbicara secara efektif maka siswa perlu mendapat
pembinaan. Pembinaan keterampilan berbicara di sekolah perlu memperhatikan
beberapa aspek, yakni aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.
Suasana
interaktif dibutuhkan dalam membina keterampilan berbicara. Suasana tersebut
memungkinkan adanya interaksi yang terjadi antara guru-siswa, siswa-guru, dan
siswa-siswa. Respon guru dibutuhkan dalam interaksi ini, sehingga timbul
dorongan percaya diri pada anak untuk berbicara.
Adapun
strategi lain yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara
siswa antara lain sebagai berikut :
a.
Ulang – Ucap
Model ucapan adalah suara guru atau
rekaman suara guru. Model ucapan yang diperdengarkan kepada siswa harus
dipersiapkan dengan teliti. Suara guru harus jelas, intonasinya tepat, dan
kecepatan berbicara normal.
b.
Lihat – Ucap
Guru memperlihatkan kepada siswa benda
tertentu kemudian siswa menyebutkan nama benda tersebut. Benda-benda yang
diperlihatkan dipilih dengan cermat oleh guru disesuaikan dengan lingkungan
siswa. Bila bendanya tidak ada atau tidak memungkinkan dibawa ke dalam kelas,
benda tersebut digantikan oleh tiruannya atau gambarnya.
c.
Memerikan
Memerikan berarti menjelaskan,
menerangkan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Sisiwa disuruh memperhatikan
sesuatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan
atau gambarnya dengan teliti. Kemudian siswa diminta menjelaskan atau memeriksa
apa yang telah dilihatnya secara lisan.
d.
Menjawab Pertanyaan
Siswa yang susah atau malu berbicara,
dapat dipancing untuk berbicara dengan menjawab sejumlah pertanyaan mengenai
dirinya misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan orang tua.
e.
Bertanya
Melalui pertanyaan, siswa dapat
menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu hal. Tingkat atau jenjang
pertanyaan yang diutarakan melambangkan tingkat kedewasaan siswa. Melalui
pertanyaan-pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan yang diinginkannya.
Anak kecil yang belajar mengenali lingkungannya sering bertanya, ini apa ? itu
apa ? salah satu permainan bahasa dapat digunakan untuk latihan bertanya ialah
Twenty Questions.
f.
Pertanyaan Menggali
Salah satu cara membuat banyak
berbicara ialah pertanyaan menggali. Jenis pertanyaan merangsang siswa banyak
berfikir. Di samping memancing siswa berbicara, pertanyaan menggali juga dapat
digunakan untuk menilai kedalaman dankeluasan pemahaman sisewa terhadap suatu
masalah.
g.
Melanjutkan Ceritaa
Dua, tiga, empat orang siswa
bersama-sama menyusun cerita secara spontan. Kadang-kadang guru boleh juga
terlibat dalam kegiatan ini, misalnya guru mengawali cerita, dan cerita itu
dilanjutkan siswa kedua, ketiga dan diakhiri oleh siswa berikutnya.
h.
Menceritakan Kembali
Guru mempersiapkan bahan bacaan, siswa
membaca bahan itu dengan seksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan
kembali isi cerita dengan kata-katanya sendiri.
i.
Percakapan
Percakapan adalah pertukaran pikiran
atau pendapat mengenai suatu topic antara dua atau lebih pembicara. Dalam
percakapan ada dua kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih berganti.
Suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan dan wajar.
j.
Para frase
Prafase berarti alih bentuk, misalnya
memprosakan puisi atau sebaliknya mempuisikan prosa. Di sekolah kegiatan
memprosakan puisi sering dilakukan daripada mempuisikan prosa.
k.
Reka Cerita Gambar
Sebuah gambar atau rangkaian beberapa
gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong atau memotivasi
seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau
seri gambar akan berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
l.
Bercerita
Kegiatan bercerita menuntun siswa
kearah pembicaraan siswa yang lebih baik. Lancar bercerita berarti lancer berbicara.
Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, intonasi yang tepat, urutan kata
sistematis, menguasai masa mendengarkan dan berperilaku menarik.
m.
Memberi Petunjuk
Memberi petunjuk mengerjakan sesuatu,
petunjuk mengenai arah atau letak sesuatu tempat menuntut sejumlah persyaratan.
Petunjuk harus jelas, singkat dan tepat. Siswa yang sering berlatih member
petunjuk secara lisan, akan mendapat keuntungan keterampilan berbicara.
n.
Melaporkan
Melaporkan berarti menyampaikan
gambaran, lukisan atau peristiwa terjadinya sesuatu hal. Hal yang dilaporkan
daapt berwujud bermacam-macam, misalnya pertandingan olahraga.
o.
Bermain Peran
Dalam bermain peran, siswa bertindak,
berlaku dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa,
berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa.
p.
Wawancara
Wawancara adalah percakapan dalam
bentuk Tanya jawab, pewawancara biasanya wartawan atau penyiar radio atau
televise. Orang yang diwawancara adalah orang yang berprestasi, ahli atau
istimewa. Melalui kegiatan latihan wawancara siswa dapat mengembangkan
keterampilan berbicaranya.
q.
Diskusi
Diskusi adalah proses perlibatan dua
atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai
tujuan yang sudah dicapai melalui tukar pendapat. Diskusi merupakan sarana yang
ampuh bagi pengembanagan keterampilan berbicara. Berlatih didkusi berarti
berlatih berbicara.
r.
Bertelepon
Bertelepon adalah percakapan anatara
pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis komunikasi lisan jarak jauh.
Ciri khas bertelepon ialah berbicara jelas, singkat dan lugas.
s.
Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah
mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam
bentuk drama. Melalui dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan
pikirannya dalam bentuk bahasa lisan.
8. Evaluasi Berbicara
Pengecekan kemampuan berbicara siswa dilakukan
dengan mengacu pada kompetensi dasar sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum.
Adapun bentuk evaluasi yang dilakukan sebaiknya lebih kontekstual melalui
pemberian tes. Bentuk tes yang tepat dipilih guru antara lain tes tes
performasi (performance test). Dengan demikian, evaluasi yang dilakukan
dirasakan anak lebih bermakna, dan guru mendapatkan data kemampuan siswa secara
otentik. Adapun bentuk evaluasi lainnya sebagai berikut :
a.
Pengulangan
Melalui rekaman diperdengarkan kalimat
pendek dan siswa diminta mengulang.
b.
Hafalan
Siswa mengucapkan suatu sajak yang
sudash dihafalkan. Guru menilai dengan menggunakan pedoman penilaian yang sudah
dipersiapkan, misalnya dengan suatu daftar penilaian seperti berikut.
c.
Percakapan terpimpin
Guru menceritakan situasi percakapan,
misalnya antara guru dan siswa. Dua orang siswa diminta melakukan percakapan
itu. Untuk membantu ingtan siswa, diberikan beberapa kata kunci.
d.
Percakapan Bebas/Wawancara
Tes ini merupakan tes berbicara yang
paling wajar. Tes ini berbentuk bebas antara siswa dengan guru atau dengan
pewawancara yang baik. Jika digunakan cara terakhir (dengan pewawancara) guru
sama sekali tidak mencampuri percakapan. Ia dapat duduk dibelakang siswa sambil
memberikan penilaian yang lebih objektif dan cermat. Pemberian nilai tes
berbicara dalam bentuk wawancara ini harus dilakukan secara langsung.
1) Bunyi suara merupakan suatu faktor
yang penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak.
2) Berbicara dengan bantuan alat-alat
peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak
penyimak. Umumnya anak mempergunakan bahasa yang didengar serta disimaknya
(Dawson {et all}, 1963:29; Tarigan, 1985:2)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berbicara
secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati)
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud
tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Dalam proses komunikasi terjadi
pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar).
Berbicara
merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik dan linguistik.Dalam rangka pembinaan keterampilan
berbicara tersebut, selain faktor-faktor tersebut, ada dua aspek perlu mendapat
perhatian guru dalam membina keefektifan berbicara, yakni: aspek kebahasaan
mencakup: (a) lafal, (b) intonasi, tekanan, dan ritme, dan (c) penggunaan kata
dan kalimat, dan aspek non-kebahasaan yang mencakup: (a) kenyaringan suara, (b)
kelancaran, (c) sikap berbicara, (d) gerak dan mimik, (e) penalaran, (f) santun
berbicara.
Untuk
mengembangkan bahasa lisan siswa, guru harus mengusshakan kelas yang
interaktif, yang terdapat aktifitas yang menuntut anak untuk berpartisipasi
serta menggunakan kemampuan, pengalaman serta pengetahuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti M.K. dan Maidar G. Arsjad. (1993). Bahasa
Indonesia 1. Jakarta:Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan.
Mulyati, Yeti. ( 2010). BAHASA
INDONESIA. Jakarta:Universitas Terbuka
Resmini,
Novi dan Dadan Juanda. (2007). Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Bandung: UPI PRESS
No comments:
Post a Comment